oLEH : Stefanus
Kurniawan Uripto /672012019
/ MD302A
Bab 1
Pendahuluan
Kata
wayang dalam bahasa Jawa ialah bayangan.
wayang dapat diartikan sebagai pencerminan dari sifat-sifat yang ada dari
dalam jiwa manusia. Sifat-sifat yang dimaksud antara lain seperti watak
angkara murka, kebajikan, serakah, dan lain sebagainya.
Wayang
dimainkan oleh seorang dalang yang dibantu oleh beberapa orang penabuh gamelan
dan satu atau dua orang waranggana sebagai vokalisnya. Fungsi dalang
dalam pewayangan ini sebagai pengatur jalannya pertunjukan secara keseluruhan
dan Dalang juga memimpin semua komponen pertunjukan untuk luluh dalam
alur ceritera yang disajikan.
Wayang
merupakan pertunjukan seni asli Indonesia yang berkembang pesat di Pulau Jawa
dan Pulau Bali. Selain pulau pulau tersebut juga berkembang di Pulau Sumatra
dan negara malaysia.
Pada
tanggal 7 November 2003 UNESCO lembaga PBB dalam bidang kebudayaan menetapkan
wayang menjadi pertunjukan seni yang tersohor di Indonesia
Beberapa
jenis wayang di Indonesia meliputi ; Wayang Kulit/Purwa , Wayang Klithik,
Wayang Golek, Wayang Beber, Wayang Orang , Wayang Suket , dan lain-lain.
Salah satu yang paling terkenal dari
jenis-jenis wayang di Indonesia adalah wayang golek. Fungsi Wayang Golek di
tengah-tengah masyarakat mempunyai kedudukan yang sangat terhormat. Di samping
sebagai sarana hiburan yang sehat, ia juga berfungsi sebagai media penerangan
dan pendidikan. Baik itu tentang moralitas, etika, adat istiadat atau religi.
Yang tak kalah pentingnya Wayang Golek itu pun berfungsi sebagai upacara ritual
penolak bala, upacara tersebut Ngaruat.
Sampai saat ini
Wayang Golek masih tetap digemari oleh masyarakat Jawa Barat, baik tua atau pun
muda. Ia masih sering dipergelarkan pada berbagai pesta keramaian seperti
khitanan, perkawinan, perayaan hari-hari besar, malam penggalangan dana,
sebagai kaul/nazar, atau ngaruat untuk memohon berkah dan keselamatan.
Pada masyarakat pedesaan, Wayang Golek dapat
dijadikan alat untuk mengukur status social seseorang. Artinya apabila di
kampong mereka ada orang yang menanggap Wayang Golek, apalagi dalangnya
ternama, maka dapat dipastikan bahwa orang tersebut dapat dikatagorikan sebagai
orang berada.
Bab II
Pembahasan
Banyak
yang menyangka bahwa seni wayang golek berasal dari India. Namun, dalam buku
pengenalan wayang golek purwa di Jawa Barat membantah hal ini. Menurut Buku
tersebut wayang golek adalah budaya asli yang dikembangkan masyarakat Indonesia.
Mungkin saja didalamnya ada akulturasi dengan pengaruh budaya lain.
Perkataan
wayang berasal dari “wad an hyang”. Artinya leluhur. Akan tetapi ada juga yang
berpendapatan yaitu dari kata “boyangan", mereka yang berpendapatan bahwa
wayang berasal dari India, nampaknya melihat dari asal ceritanya yaitu
mengambil dari cerita Ramayana dan Mahabarata berasal dari kitab suci Hindu,
tetapi selanjutnya cerita-cerita itu diubah dan disesuaikan dengan kebudayaan
Jawa.
Kehadiran
wayang golek tidak dapat dipisahkan dari wayang kulit karena wayang golek
merupakan perkembangan dari wayang kulit. Namun, Salmun (1986) menyebutkan
bahwa pada tahun 1583 masehi Sunan Kudus membuat wayang dari kayu yang kemudian
disebut wayang golek yang dapat dipentaskan pada siang hari. Sejalan dengan itu
Ismunandar (1988) menyebutkan bahwa pada awal abad ke-16 Sunan Kudus membuat
bangunan wayang purwa sejumlah 7 buah dengan menarik cerita menarik yang
diiringi gamelan salendro. Pertunjukannya dilakukan pada siang hari. Wayang ini
tidak memerlukan kelir. Bentuknya menyeruai boneka yang terbuat dari kayu,
bukan dari kulit sebagaimana halnya wayang kulit. Jadi seperti wayang golek
oleh karena itu disebut sebagai wayang golek.
Pada
mulanya yang dilakonkan dalam wayang golek adalah cerita panji dan wayangnya
disebut wayang golek menak. Konon wayang golek ini ada sejak masa Panembahan
Ratu Cicin Sunan Gunungjati (1540-1640). Disana didaerah Cirebon disebut wayang
golek papak atau wayang cepak karena bentuk kepalanya datar. Pda jaman Pangeran
Girilaya (1650-1662) wayang cepak dilengkapi dengan cerita yang diambil dari
babad dan sejarah tanah Jawa. Lakon-lokn yang dibawakan waktu itu berkisar pada
penyebaran agama Islam. Selanjutnya, wayang golek dengan lakon Ramayana dan
Mahabarata (wayang golek purwa) yang lahir pada 1840 (Sumatri, 1988).
Kelahiran
wayang golek diprakarsai oleh Dalem Karangayar (Wiranta Koesoemah III) pada
masa akhir jabatannya. Waktu itu Dalem memerintahkan Ki Darman (penyungging
wayangkulit asal Tegal) yang tinggal di Cibiru Ujungberung untuk membuat wayang
dari kayu. Bentuk wayang yang dibuatnya semula berbentuk gepeng dan berpola
pada wayang kulit.
Namun,
pada perkembangan selanjutnya atas anjuran Dalam Ki Darman membuat wayang golek
yang tidak jauh berbeda dengan wayang golek sekarang. Di daerah Priangan
sendiri dikenal pada awal abad ke-19. Perkenalan masyarakat Sunda dengan wayang
golek dimungkinkan sejak dibukanya jalan raya Daendels yang menguhubungan
daerah pantai dengan Priangan yang bergunung-gunung. Semula wayang golek di
Priangan menggunakan bahasa Jawa namun setelah orang Sunda pandai mendalang
bahasa yang digunakan adalah bahasa Sunda.
Wayang
golek terbuat dari albasiah atau lame. Cara pembuatannya adalah dengan meraut
dan mengukirnya, sehingga menyerupai bentuk yang diinginkan. Untuk mewarnai dan
menggambar mata, alis, bibir dan motif dikepala wayang, digunakan cat duko. Cat
ini wayang menjadi lebih cerah. Pewarnaan wayang merupakan bagian penting
karena dapat menghasilkan berbagai karakter tokoh. Adapun warna dasar yang
digunakan dalam wayang ada 4 yaitu: merah, putih, prada, dan hitam.
Wayang
golek sebagai suatu kesenian tidak hanya mengandung nilai estetika semata,
tetapi meliputi keseluruhan nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat
pendukungnya. Nilai-nilai itu disosialisasikan oleh para seniman dan seniwati
pedalangan yang mengembangkan kode etik pedalangan. Kode etik pedalangan
tersebut dinamakan “sapta sila kehormatan seniman seniwati pedalangan Jawa
Barat”. Rumusan kode etik pedalangan tersebut merupakan hasil musyawarah para
seniman seniwati pedalangan pada tanggal 28 Ferbuari 1964 di Bandung.
Jenis-jenis Wayang Golek
sebagai berikut yaitu:
wayang golek cepak, wayang golek purwa, dan wayang golek modern. Wayang golek
papak (cepak) terkenal di Cirebon dengan ceritera babad dan legenda serta
menggunakan bahasa Cirebon. Wayang golek purwa adalah wayang golek khusus
membawakan cerita Mahabharata dan Ramayana dengan pengantar bahasa Sunda
sebagai. Sedangkan, wayang golek modern seperti wayang purwa (ceritanya tentang
Mahabarata dan Ramayana, tetapi dalam pementasannya menggunakan listrik untuk
membuat trik-trik. Pembuatan trik-trik tersebut untuk menyesuaikan pertunjukan
wayang golek dengan kehidupan modern
Musik
yang dipergunakan untuk mengiringi pergelaran Wayang Golek adalah karawitan
Sunda yang berlaraskan Pelog/Salendro. Instrumen musik tersebut ditabuh oleh
beberapa orang Nayaga atau Juru Gending, adapun alat musik tersebut lengkap
adalah sebagai berikut :
·
Saron
1 Saron 2 - Peking - Demung – Selentem
·
Bonang
- Rincik - Kenong – Gambang
·
Rebab
- Kecrek - Kendang – Bedug
·
Gong
Kedudukan musik dalam
pergelaran Wayang Golek demikian pentingnya, ia merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari pertunjukan itu sendiri. Mulai dari tatalu (overture)
kawin/lagu, tari dan perang wayang, dialog, pembangunan suasana, pengisi celah
antar adegan, semuanya diiringi dengan musik. Di samping itu, musik itu pun
harus disesuaikan dengan karakter-karakter wayang yang diiringinya. Misalnya :
·
Satria
Ladak, seperti Narayana, Karna, Salya, Somantri, harus diiringi dengan gending
gawil
·
Satria
Lungguh, seperti Arjuna, Abimanyu, Pandu, Semiaji, diiringi dengan gending
banjar Sinom atau Udan Mas
·
Ponggawa,
seperti Gatotkaca, Indrajit, Baladewa, biasa diiringi dengan gending bendrong,
Waled, dan Macan Ucul.
·
Raja-raja,
seperti Kresna diiringi dengan gending Kastawa, Rahwana dengan gending Gonjing
atau genggong
BAB 3
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Dari makalah ini kita dapat mengetahui tentang wayang golek sehingga kita dapat lebih mendalami dan memahami
tentang wayang golek secara umum, sigkat, dan
jelas. Yang kedepannya kita dapat melestarikan suatu kebudayaan yang
ada di Indonesia. Agar kebudayaan kita tidak punah dan tidak di kalim/ di ambil
oleh negara lain
3.2. DAFTAR PUSTAKA
Tim Citizen Journalist (Cecep Heryadi,
Usman S., Adbi Halim, Tepi M/dari berbagai sumber)
Pikiran Rakyat
Nisfiyanti, Yanti. 2005. “Wayang
Media Sosialisasi Nilai-Nilai Budaya pada Masyarakat
Sunda”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar