(Studi
Sosiologi-Antropologi pada Dusun Talang IX Kecamatan Lubuk Batang Kabupaten
Ogan Komering Ulu)
Oleh : SRI WIDIYANTI/ 152011011 / MD302B
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Indonesia
adalah Negara kepulauan dari Sabang sampai Merauke dengan jumlah penduduk yang
padat. Dari sekian banyak Pulau, hanya Pulau Jawa yang paling banyak
penduduknya. Sehingga terjadi penyebaran penduduk yang tidak merata. Untuk
mengatasi permasalahan ini pemerintah berupaya mengambil kebijakan dengan
melakukan program transmigrasi. Transmigrasi beroleh arti: pemindahan penduduk
dari Jawa yang padat Penduduknya keluar Jawa yang kurang padat (jarang)
penduduknya, dan mempunyai tujuan diantaranya: mengurangi penduduk di Jawa, menambah
tenaga pembangunan daerah-daerah yang kekurangan penduduk,
pertimbangan-pertimbangan strategis, usaha mempercepat proses asimilasi, dan
sebagainya (Soedigdo, 1965:26).
Dengan
adanya program transmigrasi ini, banyak penduduk pulau Jawa yang pergi meninggalkan
rumahnya untuk pindah kedaerah lain terutama ke Pulau Sumatera. Berangkat
bersama-sama dengan keluarga dan penduduk lain mereka melakukan perjalanan yang
cukup lama. Ditempat yang baru mereka diberilahan dan dibuatkan rumah untuk
tempat tinggal.
Dalam
transmigrasi ini tidak sedikit penduduk yang tidak betah sehingga melarikan
diri untuk kembali lagi ke Jawa. Penduduk yang tetap memilih hidup ditempat
yang baru harus berusaha kerja keras membuka lahan baru, untuk dijadikan lahan
pertanian dan perkebunan. Mereka juga harus pandai berintraksi dengan warga
asli yang masih tertutup. Penelitian tentang transmigrasi 1983 dan pengaruhnya
bagi kehidupan setempat di Dusun Talang IX Kecamatan Lubuk Batang Kabupaten
Ogan Komering Ulu tentunya sangat menarik, karena akan menjadi tantangan
penulis untuk menguak kehidupan warga setempat yang dulunya sangat tradisional
dan kehidupannya yang berladang dari satu hutan kehutan yang lainnya seketika
berubah setelah datang penduduk Jawa yang bertransmigrasi.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah
diatas maka rumusan masalah yang diajukan:
1.
Bagaimanakah proses transmigrasi pada
tahun 1983?
2.
Bagaimanakah kehidupan penduduk
setempat?
3.
Bagaimana pengaruh transmigran
terhadap penduduk asli?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Transmigrasi
Pengertian dari transmigrasi adalah
perpindahan penduduk, dalam hal ini memindahkan orang dari daerah yang padat
kedaerah yang jarang penduduknya dalam rangka kebijaksanaan nasional untuk
tercapainya penyebaran penduduk yang lebih seimbang (Heren, 1979:6)
Sesudah revolusi pemerintah RI
dihadapkan pada masalah apakah transmigrasi yang sudah dimulai sebelum perang
Dunia II akan dilanjutkan apa tidak. Sehingga keputusan diambil pada awal tahun
1950, pada Desember tahun ini tibalah transmigran-transmigran pertama di
Sumatera Selatan. Ternyata di pulau Jawa minat jauh lebih besar untuk migrasi
bla dibandingkan dengan keadaan sebelum perang. Hal ini terungkap dengan
panjangnya daftar peserta migrant dan adanya gejola baru yaitu transmigrasi
spontan atau bebas. Mereka melakukan transmigrasi atas usaha dan risiko sendiri
dan tanpa bantuan pemerintah pindah ke Sumatera.
Dalam
pasal 4 PP No.42 tahun 1973 dinyatakan bahwa transmigrasi dapat berupa
transmigrasi umum dan transmigrasi swakarsa. Transmigrasi umum adalah
transmigrasi yang biaya pelaksanaannya ditanggung oleh pemerintah, sedangkan
transmigrasi swakarsa adalah transmigrasi yang biaya pelaksanaannya ditanggung
oleh transmigran yang bersangkutan atau pihak lain (Rukmadi, dkk, 1984:1).
Selain tranmigran spontan, jawatan
transmigrasi masih membedakan kategori-kategori migrant lebih lanjut sebagai
berikut:
- Transmigrasi umum, dapat dipandang sebagai bentuk “normal”. Pada transmigrasi dengan system ini seluruh urusan untuk migrant dari pendaftaran dan seleksi hingga bertempat tinggal ditempat pemukiman yang baru, menjadi tanggung jawab jawatan transmigrasi.
- Transmigrasi keluarga, para migrant datang kapan saja sepanjang tahun dan bukan lagi bulan-bulan menjelang panen. Perumahan dan penghidupan menjadi tanggungan keluarga penerima.
- Transmigrasi atas biaya sendiri, timbul karena transmigrasi umum kerap kali orang harus menunggu lama.mereka berangkat atas biayanya sendiri dan mereka yang mempunyai cukup sarana untuk memikul biaya perjalanannya. Begitu tiba ditepat tujuan, migrant-migran ini enerima sumbangan yang sama seperti migrant umum.
- Transmigrasi local, mencakup migrasi dalam daerah tertentu, jadi dari daerah transmigran yang satu kedaerah yang lain.
Kebijakan
transmigrasi berlatar belakang tujuan ekonomi yang dimaksudkan untuk
menambahkan kemakmuran Negara, maka kebijakan transmigrasi memperoleh
kewajiban:
- Mewujudkan bertambah makmurnya mereka yang meninggalkan maupun yang ditinggalkan.
- Mewujudkan perbaikan imbangan manusia dan alam yang sesuai dengan kemungkinan memperoleh kehidupan yang layak dan merata.
- Karena Negara kita adalah Negara kesatuan, maka tuntunan terwujudnya masyarakat yang bersatu tidak terpecah belah didalam bentuk organisasi sosialnya menjadi dasar organisasi dari setiap kebijaksanaan apapun, termasuk didalamnya kebijaksanaan yang ekonomis.
Kini
yang menjadi persoalan adalah, bagaimana seharusnya kebijaksanaan tranmigrasi
tersebut dijalankan, sehingga tujuannya membantu pembangunan ekonomi dapat
tercapai. Cara pendekatan masalah trasnmigrasi ialah dengan menghubungkan usaha
transmigrasi dengan kebijaksanaan lain, yaitu: pembangunan masyarakat Desa.
Transmigrasi 1983 di Desa Sumber
Bahagia, berasal dari berbagai daerah di Pulau Jawa yaitu Salatiga, Semarang,
Ambarawa, Tegal dan dari daearah Jawa Barat. Mereka diberangkatkan dari daerah
masing-masing menggunakan Kereta Api. Setelah memasuki pulau Sumatera mereka
diangkut menggunkan Bis dan harus berhenti beberapa kali di daerah Lampung.
Proses perjalanan mereka bisa sampai di daerah transmigrasi memakan waktu satu
minggu. Sesampainya di daerah transmigrasi, mereka sudah disediakan rumah.
Kehidupan mereka ditahun-tahun pertama di tanggung oleh pemerintah terutama
dalam bidang ekonomi.
Tidak
banyak para tranmigran yang akhirnya pulang kembali ke Jawa karena merasa tidak
betah berada di daerah baru mereka. Karena di daerah transmigran mereka harus
bekerja keras, membuka lahan-lahan baru untuk pertanian. Selain itu mereka juga
harus berinteraksi dengan orang-orang asing yang berbeda latar belakang, budaya
dan kebiasaan pola hidup, dan selalu teringat dengan sanak keluarga yang ada di
Jawa.
B.
KEHIDUPAN
PENDUDUK SETEMPAT
Kehidupan Penduduk setempat atau
pribumi pada waktu itu secara ekonomi masih berladang, oleh Peber dikatakan
bahwa berladang ini merupakan bentuk pertanian yang masih primitif. Kesibukan
berladang ialah membersihkan hutan, membakar daun dan ranting-ranting kayu yang
telah kering (sehabis ditebang), menanam, memagar tanaman, menjaga tanaman dan menuai
hasil. Alat-alat yang dipakai adalah parang, tugal, dan semua pekerjaan
dilakukan oleh tenaga manusia. Karena kesuburan tanah belum terpelihara, tak
ada pemupukan dan pengairan maka terjadilah kemunduran dalam kesuburan tanah.
Setelah 1-2 tahun dipakai, ditinggalkan lagi untuk kemudian setelah beberama
lama menjadi hutan kembali dan dapat digunakan lagi untuk ladang
(Soedigdo,1965:61).
Karena kehidupannya yang masih sangat
tergantung dengan alam, mereka lebih sering tinggal diladang untuk menjaga tanamannya
dari serangan Babi hutan dan binatang lainnya. Untuk keluar dari ladang dan
menjual hasil panennya mereka harus melewati jalur sungai dengan enggunakan
rakit yang terbuat dari bambu. Sebenarnya mereka bisa melalui jalur darat,
namun jarak yang ditempuh cukup jauh dan keadaan jalan yang berada ditengah
hutan masih rawan akan adanya serangan hewan buas.
Namun semua itu segera berubah ketika
para transmigrasi dari Jawa tiba didaerah mereka. Banyak hutan-hutan yang
ditebang untuk penghuni dan dikasihkan secara cuma-cuma kepada para transmigran
tersebut. Sehingga lahan mereka untuk bertani semakin berkurang. Tapi dilain
sisi mereka dapat mudah berkomunikasi dengan masyarakat didusun lain lewat
jalan-jalan yang dibangun oleh pemerintah.
C.
PENGARUH
TRANSMIGRAN TERHADAP PENDUDUK ASLI
Transmigrasi diharapkan
tercapainya keseimbangan penyebaran penduduk sesuai dengan daya tampung sosial,
agraris dan ekologis. Daya tampung sosial adalah jumlah yang dapat ditampung di
suatu daerah tanpa menimbulkan ketegangan-ketegangan sosial yang berarti
(Heeren, 1979). Pada proyek-proyek transmigrasi tertentu beberapa konflik
antara transmigran dan penduduk asli telah terjadi, bahkan diantaranya telah
terjadi pertumpahan darah.
Namun berbeda dengan warga
transmigran yang ada di desa Sumber Bahagia dengan warga asli yang berada di
Dusun Talang IX, mereka dapat berinteraksi dengan baik. Meskipun ada benturan
budaya antara yang asli dengan pendatang, namun tidak mengakibatkan konflik.
Justru mereka bisa saling menghargai perbedaan dalam pola hidup sehingga terjadilah
akulturasi budaya.
Istilah akulturasi (acculturation) sama artinya dengan
kontak kebudayaan. Akulturasi adalah proses social yang timbul bila kelompok
manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsure dari suatu
kebudayaan asing, kemudian unsure kebudayaan asing itu secara lambat laun
diterima dan diolah kedalam kebudayaannya sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya
kepribadian kelompok itu sendiri ( Tri,2007:56).
Kata “kebudayaan” berasal dari
bahasa sanskerta buddhayanah, yaitu bentuk jamak dari “budi” atau “akal”.
Kebudayaan dapat diartikan: “hal-hal yang bersangkutan dengan akal”. Dengan
demikian kebudayaan dapat diartikan sebagai keseluruhan system, gagasan,
tindakan dan hasil karya manusia (Koenjaraningrat,2002:181).
Kultur atau kebudayaan itu sifatnya
bermacam-macam, akan tetapi oleh karena semuanya adalah buah adab, maka semua
kebudayaan ataua kultur itu selalu bersifat: tertib, indah, berfaedah, luhur,
memberi rasa damai, senang, bahagia dan sebagainya. Sifat-sifat itu terdapat
dan terlihat dalam peri kehidupan manusia-manusia yang sudah beradab, misalnya
didalam pemerintahan negeri, adat istiadatnya, cara membuat rumah dan pakaian,
cara pernikahan, mendidik anak, dalam segala kepandaian dan permbuatan
kerajinan.
Adat menurut Ensiklopedi umum, adalah
aturan tentang beberapa segi kehidupan manusia yang tumbuh dari uasaha orang
dalam suatu daerah tertentu untuk mengatur tata tertib tingkah laku anggota
masyarakatnya.
Betapa kukuhnya bangunan adat Jawa
yang sudah merupakan cetakan hidup buat warganya dapat kita lihat bukan hanya
pada selamatan-selamatan akan tetapi sifat terikat pada tanah/desa kelahiran.
Kita jumpai pada peristiwa-peristiwa penting, misalnya pada hari lebaran walau
susah macam apapun dalam perjalanan orang Jawa yang sudah jadi tranmigran
berusaha datang kedesanya untuk meminta restu pada sanak keluarga yang lebih
tua serta pada leluhur yang telah meninggal.
Sifat mempertahankan pola hidup itu
tidak terbatas pada daerah asal saja (Jawa), melainkan dibawa juga kedaerah
transmigrasi, misalnya sebagai transmigran mereka datang kedaerah barunya
dengan selamatan, bentuk rumah, bahasa, pakaian, adat sopan santun, kesenian
(wayang, gamelan, tarian ,batik) dan juga cara hidup dalam tata
perekonomiannya.
karena warga pendatang sering
melakukan pertunjukan kebudayaan dalam setiap acara, maka secara tidak langsung
menarik perhatian warga asli untuk melihat pertunjukan-pertunjukan tersebut.
Sehingga secara tidak langsung warga asli menyukai kebudayaan-kebudayaan warga
pendatang. Akibatnya terjadilah interaksi dan kerja sama antara warga asli
dengan pendatang, baik dalam segi ekonomi, pertanian maupun budaya.
D.
SIMPULAN
Transmigrasi di Indonesia
bertujuan untuk meratakan penyebaran penduduk di seluruh pulau yang ada di
Indonesia. Selain itu juga untuk memajukan bangsa Indonesia terutama di bidang
pertanian dan perekonomian.
Kehidupan Penduduk setempat atau
pribumi pada waktu itu secara ekonomi masih berladang, oleh Peber dikatakan
bahwa berladang ini merupakan bentuk pertanian yang masih primitif. Namun pola
pertanian mereka berubah ketika berdatangan warga tranmigran.
Dengan adanya warga tranmigran,
warga asli dapat berinteraksi dengan dunia luar. Kehidupan mereka menjadi lebih
baik, baik dalam segi ekonomi, budaya maupun social.
DAFTAR PUSTAKA
Heren. H.J. 1997. Transmigrasi di Indonesia. Jakarta: Gramedia
Koenjanjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta
Soedigdo Hardjosudarmo. 1965. Kebijakan Transmigrasi dalam rangka Pembangunan Masyarakat Desa di Indonesia. Jakarta: Bhratara
Warsito,Rukmadi. Kustadi. Sujarwadi,DKK. 1984. Transmigrasi (dari Daerah Asal Sampai Benturan Budaya di Tempat Pemukiman). Jakarta: Rajawali
Widiarto, Tri. 2007. Pengantar Antropologi Budaya. Salatiga: Widya Sari
Topik : Transmigrasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar