Indonesia adalah negara yang terkenal
dengan berbagai macam kebudayaannya. Kita mengetahui bahwa setiap daerah yang
ada di negara Indonesia ini memiliki ciri khasnya masing-masing. Salah satu
contohnya adalah adat pernikahan yang turun temurun telah ada sejak pada jaman
dahulu. Dalam kesempatan ini, saya akan membahas pernikahan antara pasangan yang berasal
dari daerah yang berbeda.
Komunikasi antar budaya
disamping memang tidak mungkin lagi dapat dihindari, sesungguhnya menjadi hal
yang sangat penting bagi seluruh penduduk negeri ini. Didalam proses komunikasi
antar budaya, antara sumber dan komunikan (yaitu mereka yang terlibat dalam
komunikasi) berasal dari latar belakang kebudayaan yang berbeda. Dari sinilah
terkadang muncul sifat-sifat keunikan dari komunikasi antar budaya tersebut.
Karena
keunikan-keunikan yang terjadi, maka saat ini saya tertarik untuk mengupas dan
berbagi pengalaman yang pernah saya alami dalam keluarga saya yang mana kedua
orangtua saya dengan suku yang berbeda dapat bersatu dalam pernikahan yang unik
dengan adat Batak “Mangadati”, orang tua saya bersuku Batak dan Jawa. Sangat
menarik untuk membagikan mengenai perbedaan latar belakang budaya ini.
Hingga pada saat ini,
tidak dapat dipungkiri bahwa konsep asli religi masih diyakini oleh seluruh
penduduk bumi ini, khususnya bagi masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan.
Kali ini saya akan membahas tentang salah satu bagian kecil dari kebudayaan
suku Batak.
Orang batak meyakini bahwa
alam semesta ini diciptakan oleh roh yang mereka sebut Debeta Mula Jadi Na
Balon, yang berdiam di atas langit. Nilai budaya kekerabatan para masyarakat
Batak terwujud dalam pelaksanaan adatnya, yakni dimana seseorang harus mencari
jodoh diluar kelompoknya. Itu artinya, harus mencari jodoh dari yang berbeda
marga.
Setiap etnis memiliki
nilai budayanya masing-masing, mulai dari adat istiadat, jenis makanan, tarian
daerah, budaya dan pakaian adat serta memiliki pula bahasa daerah
masing-masing. Walaupun banyak etnis budaya di Sumatera Utara tidak menciptakan
perbedaan antar etnis dalam bermasyarakat karena dapat berbaur satu sama lain dengan
memupuk kebersamaan yang baik. Daerah Sumatera Utara memiliki nilai positif
dalam aspek kebudayaan, karena memiliki penduduk yang berasal dari berbagai
etnis yang berbeda.
Orang Batak mendasarkan
pemahamannya bahwa upacara adat hanyalah merupakan suatu kebiasaan yang
diwariskan oleh oleh para leluhur, karena itu bagi mereka keberadaanya perlu
dilestarikan dengan menyingkirkan nilai yang mengandung unsur perdukunan,
jimat, pembuatan patung-patung, kesurupan, menyembah setan dan hal-hal semacamnya.
Menurut iman yang saya yakini, itu adalah tipuan iblis yang bertentangan dengan
firman Tuhan.
Perkawinan dalam suku
Batak, seseorang hanya dapat menikah dengan orang Batak yang berbeda marga
sehingga apabila ada yang menikah, ia harus mencari pasangan hidup dari marga
lain selain marganya. Apabila yang menikah adalah seorang yang bukan dari suku
Batak maka dia harus diadopsi oleh salah satu marga Batak berbeda marga). Acara
tersebut dilanjutkan dengan prosesi pernikahan yang ada di gereja karena
mayoritas penduduk Batak beragama kristen. Tetapi tak sedikit juga orang Batak
yang mengadakan acara adopsi marga ini dengan upacara adat dari asal muasal
kehidupan religius leluhur.
Contoh pengalaman orangtua
saya : pernikahan ibu saya seorang perempuan yang bersuku Jawa dan ayah bersuku
Batak. Beberapa tahun setelah pernikahan ada semacam upacara adat yang namanya
“Mangadati” yang mewajibkan ibu saya untuk membeli marga dari mertuanya. Ibu
saya harus menandatangi kepala adat Batak yang berkuasa untuk memberikan marga
dalam suku Batak, apabila disetujui sang kepala adat akan memberikan syarat
bahwa ibu saya harus memberikan seekor kerbau dan uang senilai Rp. 4.000.000,-
kepada kepala adat, dan mengadakan semacam pesta yang mana seluruh keluarga
besar dari ibu dan ayah saya harus berkumpul bersama untuk menjadi saksi dan
mengikuti beberapa ritual ke danau toba yang tak lain adalah makam para nenek
moyang.
Kepala adat ini adalah
orang yang sangat terpandang dalam keluarga suku Batak. Sehingga sangat
dihormati dan memiliki kuasa yang sangat tinggi untuk memutuskan apakah ibu
saya berhak untuk mendapatkan marga atau tidak.
Didalam pesta, antara
kepala adat dan keluarga besar saling berbincang-bincang untuk saling mengenal
dan mempererat tali persaudaraan. Kemudian acara selanjutnya adalah potong
kerbau, penyerahan potongan kerbau dari ibu saya kepada kepala adat sebagai
wujud bentuk penghormatan secara simbolis. Berikut adalah contoh gambar yang
saya unduh dari Berlipro.com (sumber) diakses pada tanggal 17 Februari 2014
Setelah itu menari tarian
tor-tor bersama-sama sembari diiringi musik dengan membagi-bagikan uang dari si
kepala adat kepada kedua keluarga yang maknanya adalah berbagi berkat karena
kehadiran keluarga baru yakni ibu saya yang akan diberikan marga. Kemudian kami
semua bersama-sama pergi ke danau Toba, sesampainya kami disana, potongan
kerbau yang tadi diberikan ibu saya kepada kepala adat kemudian diberikan
diatas makam yang berada dipingggir danau Toba yang diartikan menyulangi orang
mati sebagai wujud penghormatan dari kepala adat kepada sang nenek moyang yang
telah menjadi leluhur dengan doa-doa seperti mantra dan tarian kebanggaan bahwa
sejatinya mereka telah mendapatkan anggota baru dan menceritakan kegembiraannya
melalui tarian kepada almarhum nenek moyang.
Keyakinan budaya Batak
akan adanya hubungan antara orang yang hidup dengan roh orang mati tercermin
dari sini. Pada hakekatnya, budaya ritual semacam ini masih tetap dilakukan
orang-orang Batak hingga saat ini, walaupun tidak seluruhnya, namun masih tetap
ada. Sebagian besar dari keluarga saya yang bersuku Jawa mungkin tidak mengerti
akan makna dari upacara tersebut. Kepercayaan dalam suku Batak, manusia yang
hidup di dunia ini masih dapat berhubungan dengan roh-roh dari anggota
keluarganya yang telah meninggal dunia. Mengapa saudara dari ayah saya sangat
menghormati nenek moyang yang telah meninggal? Karena menurut cerita yang saya
dengar dari saudara saya yang bersuku Batak, kebahagiaan bagi orang meninggal didapatkan
apabila rohnya dapat memasuki persekutuan dengan roh-roh leluhurnya. Menurut
budaya atau kepercayaan Batak, kami diajarkan untuk ke makam dan sebagainya
tujuannya adalah agar kami selalu dilindungi oleh roh leluhur dan dijauhkan
dari arwah-arwah gentayangan yang akan membawa sial. Kepercayaan seperti itu
masih sangat dipegang teguh oleh sebagian orang Batak. Orang Batak ini ingin
mengkomunikasikan kepada orang Jawa bahwa mereka memiliki kepercayaan yang
harus dilestarikan yakni memuja roh-roh orang mati.
Yang mana belum tentu kami
sebagai orang Jawa yang berbeda suku mau mengikuti budaya Batak semacam ini.
Namun pengetahuan kami menjadi luas dan dapat menghargai budaya lain dimana
kami diterima dengan baik oleh suku Batak.
Sehingga ketika sejauh ini
saya mempelajari ilmu sosial dan budaya, saya menjadi mampu membuka diri
memperluas pergaulan dengan saudara-saudara saya yang bersuku Batak dan Jawa, meningkatkan kesadaran diri untuk
menghargai budaya orang lain, menjadi makhluk yang memiliki etika/etis
bahwasannya tidak mencela kebudayaan orang lain yang berbeda budaya dengan
saya, ketika hal-hal tersebut sudah menjadi gaya hidup saya dalam berkomunikasi
dengan budaya yang berbeda maka terwujud perdamaian dan dapat menjadi peredam
konflik ditengah-tengah masyarakat.
Maka dari itu kita dapat
memahami akar permasalahan sebuah konflik, membatasi dan mengurangi
kesalahpahaman. Perbedaan kultur didalamnya juga menyangkut kepercayaan, nilai,
serta cara berperilaku kultural dikalangan mereka. Latar budaya yang berbeda antara
kami inilah yang menyebabkan pemahaman terhadap budaya lawan bicara kami tak
seberapa mendalam terbukti ketika tiba-tiba kami diajak mengikuti ritual yang
istilahnya “memberi makan orang mati, memotong kerbau sebagai simbol yang
memiliki arti tertentu, dan sebagainya.” Tetapi keadaan dan minat untuk
berkomunikasi itu tidak dapat dipungkiri, karena dari situlah muncul
keunikan-keunikan. Jadi kita harus menghargai perbedaan budaya satu sama lain,
karena setiap orang berhak hidup dengan cara budaya asal mereka masing-masing,
termasuk meneruskan adat dari nenek moyangnya.
Sekian karya tulis dalam
bentuk artikel yang dapat saya bagikan. Semoga ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca dan kiranya menambah wawasan mengenai hal-hal yang belum diketahui pada
sebelumnya. Terimakasih telah meluangkan waktu untuk membaca artikel saya.
Tuhan Memberkati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar