Oleh : Willy Docksha Marhaendra / 672012106/willydocksha@gmail.com
Sebelum
kita bahas tentang gender, baiknya kita bahas dulu apakah gender itu. Gender
dalam sosiologi mengarah pada sekumpulan ciri-ciri khas yang dikaitkan dengan
jenis kelamin individu seseorang dan diarahkan pada peran sosial atau identitas
dalam masyarakat. Gender bisa bedakan menjadi maskulinitas dan femininitas.
Konsep gender berbeda dari seks atau jenis kelamin yang bersifat biologis,
tetapi peran dari gender tersebut. Jadi sebagai ilustrasi, jika di Indonesia,
maka maskulinitas itu berperan sebagai pemberi nafkah keluarga. Tetapi ciri
maskulin atau feminin itu tergantung dari konteks sosial-budaya, bukan
semata-mata pada perbedaan jenis kelamin, karena tiap negara itu berbeda-beda
dalam mengartikan arti maskulin dan feminin.
Lalu
apakah masalah gender yang ada di Indonesia? Banyak sekali masalah gender yang
ada di Indonesia. Saya mengambil 2 konsep gender, yang pertama konsep gender
dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Yang kedua, gender dan kesehatan di
Indonesia.
a.
Gender
dalam kehidupan masyarakat di Indonesia
-
Lingkungan
Keluarga
Posisi
perempuan di dalam keluarga pada umumnya (di Indonesia) masih di bawah
laki-laki. Seperti kasus istri yang harus mendapat persetujuan suami untuk
dapat bekerja di luar rumah. Masalah yang ada dalam lingkungan keluarga disini
adalah KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga). KDRT sering sekali terjadi di dalam
keluarga yang tidak harmonis.
Seperti ilustrasi
di atas, kebanyakan kesalahan terletak kepada suami yang tidak puas dengan
semua kegiatan istrinya. Seharusnya suami mensyukuri apa yang dia dapatkan dari
istrinya, karena dia telah dipersatukan oleh ikatan pernikahan, jadi tidak
boleh ada kekerasan didalamnya.
Masalah yang
selanjutnya dalam lingkungan keluarga adalah keingintahuan anak dalam segala
hal yang di larang oleh orang tua sebagai pembimbing anaknya. Sebagai
ilustrasi, ada anak 12 tahun yang bertanya tentang seks, dan orangtuanya
melarangnya untuk tahu apakah seks itu. Itu adalah kesalahan besar yang
dilakukan orang tua terhadap anaknya. Seharusnya orang tua menjelaskan apa yang
anaknya tanyakan dan beritahu apa yang harus dia lakukan dengan itu secara
benar, jika memang belum saatnya, maka larang dia melakukan dan berikan alasan
yang tepat, jadi anaknya tidak akan mencari tau sendiri dan malah mempraktekan.
-
Lingkungan
pendidikan
Di bidang
pendidikan, perempuan menjadi pilihan terakhir untuk mendapatkan akses mendapat
sekolah atau belajar. Karena masyarakat menganggap perempuan pada akhirnya akan
menjadi ibu rumah tangga, jadi tidak usah bersusah payah untuk belajar, toh pada akhirnya juga akan jadi ibu
rumah tangga. Ada banyak perempuan yang menyayangkan hal tersebut, karena
mereka juga ingin bekerja, sama seperti laki-laki.
Gambar di atas
menunjukan pandangan masyarakat Indonesia terhadap masa “akhir” perempuan dalam
perjalanan kehidupannya, yaitu sebagai ibu rumah tangga yang hanya bisa
mengurusi orang dirumah dan rumahnya, tidak bisa bekerja diluar rumah.
-
Lingkungan
pekerjaan
Perempuan yang
memiliki akses pendidikan tinggi pada umumnya bisa mendapatkan pekerjaan yang
layak. Namun, pemilihan pekerjaan tersebut masih dalam berbasis gender.
Perempuan dianggap kaum yang lemah, pasif dan dependen. Pekerjaan perempuan
seputar bidang pelayanan jasa seperti bidang administrasi, perawat atau pelayan
toko dan pekerjaan dengan sedikit keterampilan. Hanya sedikit saja yang
menduduki jabatan manajer atau pengambil keputusan.
Seperti gambar di
atas, sedikit sekali perempuan yang menjadi orang yang seperti itu, pengambil
keputusan, dan memimpin rapat.
b. Gender dan Kesehatan di Indonesia
Konsep yang satu ini
akan membuat bingung kebanyakan istri di Indonesia, kenapa? Karena mereka harus
meminta izin dulu terhadap suaminya sebelum pergi keluar rumah. Jika ini
dipraktekkan dalam kehidupan, akan menjadi sesuatu yang rumit. Saya ambil
contoh, ada kasus ibu hamil yng harus menunggu keputusan suaminya untuk pergi
berobat pada dokter. Pada akhirnya, ibu hamil terlambat mendapatkan penanganan
yang dapat berakhibat fatal bagi kesehatan janin dan ibu itu sendiri.
Coba anda pikirkan apakah yang dilakukan
ibu ini benar atau tidak? Benar karena ibu tersebut berbakti kepada suami dan
salah karena membayakan janinnya dan dirinya sendiri. Hal tersebut sudah ada
sejak dahulu yang diawali dengan kebijakan pemerintah yang berlaku saat itu.
Berdasarkan masalah itu, seharusnya
perempuan dan laki-laki berfungsi sebagai pengatur rumah tangga, tidak hanya
laki-laki pengatur rumah tangga dan perempuan sebagai pelaksana saja, tetapi
keduanya harus jadi pengatur dan pelaksana. Dengan tercapainya kondisi ini,
dapat terjalin hubungan yang harmonis bagi perempuan dan laki-laki di
Indonesia.
Dengan mewujudkan kondisi seperti itu,
tidak akan ada perbedaan gender yang sangat didalam masyarakat, khususnya dalam
rumah tangga. Dan kata terakhir saya dalam artikel ini :
“Perempuan juga punya kesempatan yang sama untuk memilih dan
meraih posisi yang sejajar dengan laki-laki di masyarakat.”
Daftar Pustaka
semua di akses pada tanggal 26/02/2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar