Oleh : Irvan Stevanus / 682012007/ MD302A
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang
diciptakan oleh tuhan sebagai makhluk yang berbudaya, hal ini dapat dilihat
dari perkembangan manusia yang ditandai dengan adanya peradaban-peradaban dan
juga budaya yang telah terbentuk.Manusia mendiami wilayah yang berbeda, berada
di lingkungan yang berbeda juga. Hal ini membuat kebiasaan, adat istiadat,
kebudayaan dan kepribadian setiap manusia suatu wilayah berbeda dengan yang
lainnya. Namun secara garis besar terdapat tiga pembagian wilayah, yaitu :
barat, timur tengah, dan timur.
Kita di indonesia termasuk ke dalam
bangsa timur, yang dikenal sebagai bangsa yang berkepribadian baik. Bangsa
timur dikenal dunia sebagai bangsa yang ramah dan bersahabat. Orang – orang
dari wilayah lain sangat suka dengan kepribadian bangsa timur yang tidak
individualistis dan saling tolong menolong satu sama lain
Menurut Selo Soemardjan menjelaskan
bahwa yang dimaksud masyarakat adalah manusia yang hidup bersama dan
menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian tak ada masyarakat yang tidak
mempunyai kebudayaan. Sebaliknya tak ada kebudayaan tanpa masyarakat sebagai
wadah pendahulunya. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat
adalah orang-orang yang hidup bersama untuk melakukan kegiatan bagi kepentingan
bersama atau sebagian besar hidupnya berada dalam kehidupan budaya.
Masyarakat atau Suku Betawi berasal
dari hasil kawin-mawin antar etnis dan bangsa di masa lalu secara biologis.
Kata Betawi digunakan untuk menyatakan suku asli yang menghuni di Jakarta dan
Bahasa Melayu Kreol adalah bahasa yang digunakannya, dan juga kebudayaan
melayunya adalah kebudayaanya. Kata Betawi sebenarnya berasal dari kata
“Batavia”, yaitu nama kuno Jakarta diberikan oleh Belanda. Jadi, sangatlah
menarik bila diteliti secara sruktur, poses dan pertumbuhan social Suku Betawi
mulai dari sejarahnya, bahasa, kepercayaan, profesi, perilaku, wilayah, seni
dan budayanya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah dan asal-usul suku
betawi ?
2. Bagaimana komunitas penduduk betawi ?
3. Kepercayaan apa sajakah yang dianut oleh
suku betawi ?
4. Bagaimana sistem mata pencaharian
masyarakat betawi?
5. Apa saja seni dan kebudayaan betawi ?
6. Bahasa apakah yang diapakai oleh suku
betawi ?
1.3 Batasan Masalah
Untuk menghindari kesalahan
persepsi dan tidak meluasnya pokok pembahasan, maka pembahasan dari makalah ini
yaitu mengenai penduduk, masyarakat, dan kebudayaan suku betawi.
1.4 Tujuan penulisan
Tujuan penulisan makalah mengenai suku
betawi yaitu untuk mengetahui sejarah suku betawi dan penulis juga ingin
mengetahui dan memahami budaya betawi dari segala aspeknya. Adapun manfaat dari
penulisan makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang proses dan
pertumbuhan social suku betawi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah
Diawali oleh orang sunda
(mayoritas), sebelum abad ke-16 dan masuk ke dalam kerajaan tarumanegara serta
kemudian pakuan pajajaran. Selain orang sunda, terdapat pula pedagang dan
pelaut asing dari pesisir utara jawa, dari berbagai pulau indonesia timur, dari
malaka di semenanjung malaya, bahkan dari tiongkok serta gujarat di india.
Selain itu, perjanjian antara
surawisesa (raja kerajaan sunda) dengan bangsa portugis pada tahun 1512 yang
membolehkan portugis untuk membangun suatu komunitas di sunda kalapa
mengakibatkan perkawinan campuran antara penduduk lokal dengan bangsa portugis
yang menurunkan darah campuran portugis. Dari komunitas ini lahir musik
keroncong.
Setelah VOC menjadikan batavia
sebagai pusat kegiatan niaganya, belanda memerlukan banyak tenaga kerja untuk
membuka lahan pertanian dan membangun roda perekonomian kota ini. Ketika itu
VOC banyak membeli budak dari penguasa bali, karena saat itu di bali masih
berlangsung praktik perbudakan. Itulah penyebab masih tersisanya kosa kata dan
tata bahasa bali dalam bahasa betawi kini. Kemajuan perdagangan batavia menarik
berbagai suku bangsa dari penjuru nusantara hingga tiongkok, arab dan india untuk
bekerja di kota ini. Pengaruh suku bangsa pendatang asing tampak jelas dalam
busana pengantin betawi yang banyak dipengaruhi unsur arab dan tiongkok.
Berbagai nama tempat di jakarta juga menyisakan petunjuk sejarah mengenai
datangnya berbagai suku bangsa ke batavia; kampung melayu, kampung bali,
kampung ambon, kampung jawa, kampung makassar dan kampung bugis. Rumah bugis di
bagian utara jl. Mangga dua di daerah kampung bugis yang dimulai pada tahun
1690. Pada awal abad ke 20 ini masih terdapat beberapa rumah seperti ini di
daerah kota.
Antropolog universitas indonesia,
Dr. Yasmine zaki shahab, ma memperkirakan, etnis betawi baru terbentuk sekitar
seabad lalu, antara tahun 1815-1893. Perkiraan ini didasarkan atas studi
sejarah demografi penduduk jakarta yang dirintis sejarawan australia, lance
castle. Di zaman kolonial belanda, pemerintah selalu melakukan sensus, yang
dibuat berdasarkan bangsa atau golongan etnisnya. Dalam data sensus penduduk
jakarta tahun 1615 dan 1815, terdapat penduduk dari berbagai golongan etnis,
tetapi tidak ada catatan mengenai golongan etnis betawi. Hasil sensus tahun
1893 menunjukkan hilangnya sejumlah golongan etnis yang sebelumnya ada.
Misalnya saja orang arab dan moor, orang bali, jawa, sunda, orang sulawesi
selatan, orang sumbawa, orang ambon dan banda, dan orang melayu. Kemungkinan
kesemua suku bangsa nusantara dan arab moor ini dikategorikan ke dalam kesatuan
penduduk pribumi (belanda: inlander) di batavia yang kemudian terserap ke dalam
kelompok etnis betawi.
2.2
Penduduk Betawi
Merupakan komunitas penduduk di
Jawa (Pulau Nusa Jawa) yang berbahasa Melayu, dikemudian hari disebut sebagai
orang Betawi. Orang Betawi ini disebut juga sebagai orang Melayu Jawa.
Merupakan hasil percampuran antara orang-orang Jawa, Melayu, Bali, Bugis,
Makasar, Ambon, Manado, Timor, Sunda, dan mardijkers (keturunan Indo-Portugis)
yang mulai menduduki kota pelabuhan Batavia sejak awal abad ke-15. Di samping
itu, juga merupakan percampuran darah antara berbagai etnis: budak-budak Bali,
serdadu Belanda dan serdadu Eropa lainnya, pedagang Cina atau pedagang Arab,
serdadu Bugis atau serdadu Ambon, Kapten Melayu, prajurit Mataram, orang Sunda
dan orang Mestizo.
Sementara itu mengenai manusia
Betawi purbakala, adalah sebagaimana manusia pulau Jawa purba pada umumnya,
pada zaman perunggu manusia Betawi purba sudah mengenal bercocok tanam. Mereka
hidup berpindah-pindah dan selalu mencari tempat hunian yang ada sumber airnya
serta banyak terdapat pohon buah-buahan. Mereka pun menamakan tempat tinggalnya
sesuai dengan sifat tanah yang didiaminya, misalnya nama tempat Bojong, artinya
"tanah pojok".
Dalam buku Jaarboek van Batavia
(Vries, 1927) disebutkan bahwa semula penduduk pribumi terdiri dari suku Sunda
tetapi lama kelamaan bercampur dengan suku-suku lain dari Nusantara juga dari
Eropa, Cina, Arab, dan Jepang. Keturunan mereka disebut inlanders, yang bekerja
pada orang Eropa dan Cina sebagai pembantu rumah tangga, kusir, supir, pembantu
kantor, atau opas. Banyak yang merasa bangga kalau bekerja di pemerintahan
meski gajinya kecil. Lain-lainnya bekerja sebagai binatu, penjahit, pembuat
sepatu dan sandal, tukang kayu, kusir kereta sewaan, penjual buah dan kue, atau
berkeliling kota dengan "warung dorongnya". Sementara sebutan wong
Melayu atau orang Melayu lebih merujuk kepada bahasa pergaulan (lingua franca)
yang dipergunakan seseorang, di samping nama "Melayu" sendiri memang
sudah menjadi sebutan bagi suku bangsa yang berdiam di Sumatra Timur, Riau, Jambi
dan Kalimantan Barat.
Posisi wanita Betawi di bidang
pendidikan, perkawinan, dan keterlibatan dalam angkatan kerja relatif lebih
rendah apabila dibandingkan dengan wanita lainnya di Jakarta dan propinsi
lainnya di Indonesia. Keterbatasan kesempatan wanita Betawi dalam pendidikan
disebabkan oleh kuatnya pandangan hidup tinggi mengingat tugas wanita hanya
mengurus rumah tangga atau ke dapur, disamping keterbatasan kondisi ekonomi
mereka. Situasi ini diperberat lagi dengan adanya prinsip kawin umur muda masih
dianggap penting, bahkan lebih penting dari pendidikan. Tujuan Undang-Undang
Perkawinan untuk meningkatkan posisi wanita tidak banyak memberikan hasii. Anak
yang dilahirkan di Jakarta, tidak mempunyai hubungan dengan tempat asal di luar
wilayah bahasa Melayu, dan tidak mempunyai hubungan kekerabatan atau adat
istiadat dengan kelompok etnis lain di Jakarta.
2.3 Kepercayaan
Orang Betawi sebagian besar
menganut agama Islam, tetapi yang menganut agama Kristen; Protestan dan
Katholik juga ada namun hanya sedikit sekali. Di antara suku Betawi yang
beragama Kristen, ada yang menyatakan bahwa mereka adalah keturunan campuran
antara penduduk lokal dengan bangsa Portugis. Hal ini wajar karena pada awal
abad ke-16, Surawisesa, raja Sunda mengadakan perjanjian dengan Portugis yang
membolehkan Portugis membangun benteng dan gudang di pelabuhan Sunda Kalapa
sehingga terbentuk komunitas Portugis di Sunda Kalapa. Komunitas Portugis ini
sekarang masih ada dan menetap di daerah Kampung Tugu, Jakarta Utara
2.4 Sistem Mata Pencaharian
Mata pencaharian orang Betawi dapat
dibedakan antara yang berdiam di tengah kota dan yang tinggal di pinggiran. Di
daerah pinggiran sebagian besar adalah petani buahbuahan, petani sawah dan
pemelihara ikan. Namun makin lama areal pertanian mereka makin menyempit,
karena makin banyak yang dijual untuk pembangunan perumahan, industri, dan
lain-lain. Akhirnya para petani ini pun mulai beralih pekerjaan menjadi buruh,
pedagang, dan lain-lain.
2.5 Seni dan Kebudayaa
a) Musik
Dalam bidang kesenian, misalnya,
orang Betawi memiliki seni Gambang Kromong yang berasal dari seni usic
Tionghoa, tetapi juga ada Rebana yang berakar pada tradisi usic Arab, Keroncong
Tugu dengan latar belakang Portugis-Arab, dan Tanjidor yang berlatarbelakang
ke-Belanda-an. Saat ini Suku Betawi terkenal dengan seni Lenong, Gambang
Kromong, Rebana Tanjidor dan Keroncong. Betawi juga memiliki lagu tradisional
seperti “Kicir-kicir”.
*gambang kromong |
b) Seni Tari
Seni tari di Jakarta
merupakan perpaduan antara nsure-unsur budaya masyarakat yang ada di dalamnya.
Contohnya tari Topeng Betawi, Yapong yang dipengaruhi tari Jaipong Sunda, Cokek
dan lain-lain. Pada awalnya, seni tari di Jakarta memiliki pengaruh Sunda dan
Tiongkok, seperti tari Yapong dengan kostum penari khas pemain Opera Beijing.
Namun Jakarta dapat dinamakan daerah yang paling dinamis. Selain seni tari lama
juga muncul seni tari dengan gaya dan koreografi yang dinamis.
tari yapong
|
ondel ondel |
c) Drama
Drama tradisional Betawi antara
lain Lenong dan Tonil. Pementasan lakon tradisional ini biasanya menggambarkan
kehidupan sehari-hari rakyat Betawi, dengan diselingi lagu, pantun, lawak, dan
lelucon jenaka. Kadang-kadang pemeran lenong dapat berinteraksi langsung dengan
penonton.
*perayaan
ulang tahun kota jakarta dengan menampilkan kesenian khas betawi lenong betawi
d)
Cerita Rakyat
Cerita rakyat yang berkembang di
Jakarta selain cerita rakyat yang sudah dikenal seperti Si Pitung, juga dikenal
cerita rakyat lain seperti serial Jagoan Tulen atau si jampang yang mengisahkan
jawara-jawara Betawi baik dalam perjuangan maupun kehidupannya yang dikenal
“keras”. Selain mengisahkan jawara atau pendekar dunia persilatan, juga dikenal
cerita Nyai Dasima yang menggambarkan kehidupan zaman olonial.
cerita si pitung |
e) Senjata Tradisional
Senjata khas Jakarta adalah bendo
atau golok yang bersarungkan terbuat dari kayu.
golok senjata khas betawi |
f) Makanan
Jakarta memiliki beragam masakan
khas sebagai kekayaan kuliner Indonesia. Sebagai kota metropolitan Jakarta
banyak menyediakan makanan khas. Salah satu ciri dari makanan khas Jakarta
adalah memiliki rasa yang gurih. Makanan-makanan khas dari Betawi / Jakarta di
antaranya adalah : kerak telor, kembang goyang, roti buaya, kue rangi
kue buaya makanan khas betawi |
2.6 Bahasa
Sifat campur-aduk dalam dialek
Betawi adalah cerminan dari kebudayaan Betawi secara umum, yang merupakan hasil
perkawinan berbagai macam kebudayaan, baik yang berasal dari daerah-daerah lain
di Nusantara maupun kebudayaan asing.
Ada juga yang
berpendapat bahwa suku bangsa yang mendiami daerah sekitar Batavia juga
dikelompokkan sebagai suku Betawi awal (proto Betawi). Menurut sejarah,
Kerajaan Tarumanagara, yang berpusat di Sundapura atau Sunda Kalapa, pernah
diserang dan ditaklukkan oleh kerajaan Sriwijaya dari Sumatera. Oleh karena
itu, tidak heran kalau etnis Sunda di pelabuhan Sunda Kalapa, jauh sebelum
Sumpah Pemuda, sudah menggunakan bahasa Melayu, yang umum digunakan di
Sumatera, yang kemudian dijadikan sebagai bahasa nasional.
Karena perbedaan bahasa yang
digunakan tersebut maka pada awal abad ke-20, Belanda menganggap orang yang
tinggal di sekitar Batavia sebagai etnis yang berbeda dengan etnis Sunda dan
menyebutnya sebagai etnis Betawi (kata turunan dari Batavia). Walau demikian,
masih banyak nama daerah dan nama sungai yang masih tetap dipertahankan dalam
bahasa Sunda seperti kata Ancol, Pancoran, Cilandak, Ciliwung, Cideng (yang
berasal dari Cihideung dan kemudian berubah menjadi Cideung dan tearkhir menjadi
Cideng), dan lain-lain yang masih sesuai dengan penamaan yang digambarkan dalam
naskah kuno Bujangga Manik yang saat ini disimpan di perpustakaan Bodleian,
Oxford, Inggris. Meskipun bahasa formal yang digunakan di Jakarta adalah Bahasa
Indonesia, bahasa informal atau bahasa percakapan sehari-hari adalah Bahasa
Indonesia dialek Betawi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas,
maka kesimpulannya adalah kesenian dan kebudayaan Suku Betawi merupakan
kebudayaan asli kota Jakarta dan memiliki jenis musik seperti Gambang Keromong,
Tanjidor. Menggukan bahasa dengan 2 dialek. Dari bidang seni teater terdapat
lenong. Kemudian terdapat cerita rakyat serta Ondel-ondel sebagai pertunjukan
khasnya. Ini membuktikan bahwa tiap daerah yang ada di Indonesia memiliki
budaya daerah masing-masing
3.2 Saran
Keaekaragaman kebudayaan
Indonesia harus bisa menjaga kelestarian seni dan budayanya. Upaya pelestarian
tidak hanya dilakukan oleh pemerintah. Namun, perlu didukung dan dilakukan oleh
masyarakat itu sendiri. Agar seni dan budaya dapat terjaga kelestariannya.
Daftar pustaka :
1
Saidi ridwan. Profil
Orang Betawi: Asal Muasal, Kebudayaan, dan Adat Istiadatnya
2 Shahab, Yasmine (ed.), Betawi dalam Perspektif
Kontemporer: Perkembangan, Potensi, dan Tantangannya, Jakarta: LKB, 1997
3
Wijaya, Hussein (ed.), Seni Budaya Betawi. Pralokarya Penggalian
Dan Pengem¬bangannya, Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1976
4
Guinness,
Patrick The attitudes and values of Betawi Fringe Dwellers in Djakarta,
Berita Antropologi 8 (September), 1972, pp. 78–159
5
Knoerr, Jacqueline Im
Spannungsfeld von Traditionalität und Modernität: Die Orang Betawi und
Betawi-ness in Jakarta, Zeitschrift für Ethnologie 128 (2), 2002, pp.
203–221
Refrensi dan sumber :
*BUKU
PEGANGAN ilmu sosial dan budaya dasar 2009*
Alamat email saya :
irvanstevanus111@ymail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar