Oleh : Naomi Friska Aritonang / 602012001/ MD302B
602012001@student.uksw.edu
602012001@student.uksw.edu
TEMPO Interaktif,
Jakarta:Globalisasi tidak serta merta
memberikan keuntungan bagi suatu negara. Menurut peneliti Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) Carunia Mulya Firdausy, globalisasi ekonomi
melalui pengurangan tarif dan subsidi sebesar 30 persen justru merugikan
Indonesia hingga US$ 1,9 miliar atau sekitar Rp 17,1 triliun per tahun.
“Globalisasi ekonomi ini buat Indonesia bagaikan buah simalakama. tidak dimakan ayah mati, dimakan ibu yang mati,” tuturnya saat menyampaikan hasil penelitiannya dalam seminar Menata Masa Depan Perekonomian Indonesia Pasca Krisis di Jakarta, kemarin.
Dia menuturkan, apa yang terjadi di Indonesia berbeda jauh dengan negara di Asia lainnya, seperti Cina yang bisa mengeruk keuntungan dari globalisasi hingga US$ 37 miliar atau Rp 333 triliun per tahun.
Kontribusi ekspor Indonesia ke kawasan Asia Timur cenderung terus naik dari 9,9 persen pada 1985 menjadi 27,2 pada 2003. Namun, menurut Carunia, kenaikan angka itu masih lebih rendah dibandingkan dengan kontribusi impor dari negara-negara kawasan Asia Timur ke Indonesia, yaitu dari 13,8 persen pada 1985 menjadi 37,3 persen pada 2003.
"Artinya, akibat globalisasi, ketergantungan impor kita justru semakin tinggi," kata Carunia.
Lebih lanjut dia memaparkan, penyebab itu lantaran Indonesia gagal memanfaatkan peluang globalisasi dengan meningkatkan total factory productivity (TFP). Kecenderungannya, menurut dia, Indonesia lebih mendorong pertumbuhannya dengan ekspor produk mentah dari pada produk manufaktur (olahan).
Carunia menambahkan, produktifitas total pabrik itu merupakan faktor mutlak untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkesinambungan. Hal ini karena dengan tingginya faktor TFP maka dapat diperoleh produktifitas dan efisiensi teknis yang tinggi bagi peningkatan TFP.
Salah satu faktor produksi yang dapat mendorong tingginya kontribusi TFP adalah peningkatan pasokan dan kemampuan teknologi nasional. Carunia pun menyarankan, paradigma pembangunan yang hanya difokuskan pada penggunaan sumber daya alam yang besar harus diikuti dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia dan penggunaan teknologi tinggi yang memadahi.
"Pembangunan yang berorientasi pada knowledge based economy sangat penting bagi kelangsungan pembangunan nasional yang kuat dan berkesinambungan," tuturnya.
“Globalisasi ekonomi ini buat Indonesia bagaikan buah simalakama. tidak dimakan ayah mati, dimakan ibu yang mati,” tuturnya saat menyampaikan hasil penelitiannya dalam seminar Menata Masa Depan Perekonomian Indonesia Pasca Krisis di Jakarta, kemarin.
Dia menuturkan, apa yang terjadi di Indonesia berbeda jauh dengan negara di Asia lainnya, seperti Cina yang bisa mengeruk keuntungan dari globalisasi hingga US$ 37 miliar atau Rp 333 triliun per tahun.
Kontribusi ekspor Indonesia ke kawasan Asia Timur cenderung terus naik dari 9,9 persen pada 1985 menjadi 27,2 pada 2003. Namun, menurut Carunia, kenaikan angka itu masih lebih rendah dibandingkan dengan kontribusi impor dari negara-negara kawasan Asia Timur ke Indonesia, yaitu dari 13,8 persen pada 1985 menjadi 37,3 persen pada 2003.
"Artinya, akibat globalisasi, ketergantungan impor kita justru semakin tinggi," kata Carunia.
Lebih lanjut dia memaparkan, penyebab itu lantaran Indonesia gagal memanfaatkan peluang globalisasi dengan meningkatkan total factory productivity (TFP). Kecenderungannya, menurut dia, Indonesia lebih mendorong pertumbuhannya dengan ekspor produk mentah dari pada produk manufaktur (olahan).
Carunia menambahkan, produktifitas total pabrik itu merupakan faktor mutlak untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkesinambungan. Hal ini karena dengan tingginya faktor TFP maka dapat diperoleh produktifitas dan efisiensi teknis yang tinggi bagi peningkatan TFP.
Salah satu faktor produksi yang dapat mendorong tingginya kontribusi TFP adalah peningkatan pasokan dan kemampuan teknologi nasional. Carunia pun menyarankan, paradigma pembangunan yang hanya difokuskan pada penggunaan sumber daya alam yang besar harus diikuti dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia dan penggunaan teknologi tinggi yang memadahi.
"Pembangunan yang berorientasi pada knowledge based economy sangat penting bagi kelangsungan pembangunan nasional yang kuat dan berkesinambungan," tuturnya.
ANALISIS
:
·
Adanya Globalisasi sebenarnya membawa
keuntungan sekaligus kerugian bagi masyarakat, terkhususnya masyarakat
Indonesia. Maka dari itu pernyataan dari kalimat diatas bahwa Globalisasi itu
seperti buah simalakama tersebut adalah benar.
Jika
kita mengikuti Globalisasi, maka otomatis lama kelamaan budaya kita sedikit
demi sedikit akan terkikis dan akan mengikuti arus globalisasi tersebut.
Sedangkan jika kita tidak mengikuti globalisasi, maka negara kita akan
tertinggal dari arus globalisasi dan tidak bisa mengikuti perkembangan negara
lain di segala bidang.
Akibat
dari globalisasi di atas menyebutkan bahwa ketergantungan impor di Indonesia
semakin tinggi, kita kehilangan budaya bercocok tanam secara perlahan karena
pemerintah lebih memilih untuk meng-impor segala sesuatu dari luar karena
berfikir yang ada di luar lebih baik dari apa yang kita punya.
Dan
dapat dilihat, Indonesia juga gagal dalam memanfaatkan arus globalisasi. Seharusnya dalam dunia globalisasi, kita
Indonesia bisa ikut dalam berpartisipasi memajukan nama negara kita dengan ikut
mempromosikan keunggulan dari negara kita, contohnya kebudayaan, hasil alam,
dll. Kita Indonesia ini kaya, tetapi mengapa kita harus impor barang-barang
dari luar dan lebih membangga-banggakan apa yang ada diluar sana.
Seharusnya
kita bisa memanfaatkan apa yang ada di Indonesia dari pada membeli dari luar.
Budaya ingin segala sesuatu instan itulah yang membuat negara kita jatuh dalam
dunia globalisasi. Negara kita hanya bisa menjadi pengikut saja, dan tidak bisa
menciptakan sesuatu hal yang baru. Gunakanlah sumberdaya alam yang kita miliki
dan gunakan sumberdaya manusia yang ada dengan maksimal. Karena pembangunan yang berorientasi pada knowledge
based economy sangatlah penting
bagi pembangunan negara bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar