Gambar 1. Atraksi Barongsai pada perayaan Imlek
|
Indonesia
adalah negara besar yang terdiri dari ribuan pulau-pulau yang tidak hanya kaya
akan kekayaan alam tapi juga budaya serta adat istiadat. Beragam jenis bahasa
serta suku bisa kita dijumpai di Indonesia, salah satunya adalah Suku Tionghoa.
Suku Tionghoa adalah orang-orang yang berasal dari daratan China yang menetap
di Indonesia dan kemudian menyebar ke Sabang sampai Merauke.
Perayaan
Tahun Baru Imlek berasal dari China yang dilakukan oleh para petani dalam
penyambutan musim semi. Imlek biasanya jatuh pada tanggal satu dibulan pertama
diawal tahun baru dalam perhitungan kalender lunar. Perayaan tahun baru ini
dilakukan dengan cara sembahyang kepada Sang Pencipta, sembahyang kepada
leluhur, menjamu serta bersilahturami dengan tetangga-tetangga sebagai rasa
syukur dan harapan agar mendapat rejeki yang lebih banyak dan penghidupan yang
semakin baik.
Perkembangan
budaya Tionghoa di Indonesia mengalami banyak sekali hambatan dan rintangan.
Dapat kita lihat perbedaannya pada zaman Soekarno, Imlek dirayakan oleh
masyarakat Indonesia secara terbuka di berbagai daerah. Tapi, sejak
pemerintahan pak Soeharto yang ingin menyeragamkan pluralitas dengan melarang
bahasa mandarin, budaya China, menutup sekolah-sekolah mandarin bahkan
memberantas kaum China dengan kekerasan, saat itu kebudayaan China semakin
memudar. Namun pada akhirnya, China kembali bangkit pada saat pemerintahan Gus
Dur, beliaulah orang yang mengembalikan hak-hak kaum Tionghoa dan memberikan
kebebasan untuk bisa menjalani hidup sesuai dengan budaya masing-masing.
Elizabeth
mengungkapkan bahwa “Kebebasan perayaan imlek di Indonesia mulai terasa sejak
dibukanya kran demokrasi oleh Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Kemudian pada tahun
2004, Presiden Megawati secara resmi mengumumkan bahwa Tahun Baru Imlek sebagai
hari libur nasional.”
Salah
satu masyarakat Tionghoa yang bisa kita temui dan masih kental budaya Chinanya
adalah masyarakat di Pulau Bengkalis, Riau. Disini, masyarakat Tionghoa sendiri
menyambut perayaan imlek tidak jauh berbeda dengan perayaan tahun baru di China.
Pada pembukaan tahun baru, masyarakat menyiapkan 12 macam sajian untuk
menyembah Sang Pencipta. Biasanya sajian tersebut mengandung arti
‘Kebahagiaan’, ‘Kemakmuran’, ‘Panjang umur’, dan ‘Keselamatan’. Kue yang wajib
dihidangkan adalah kue keranjang, karena kue keranjang disamakan dengan kata ‘nian
gao’ yang artinya tahun yang semakin tinggi dengan harapan semakin tinggi pula harapannya.
Arti lain dari kue keranjang yaitu kehidupan manis karena rasanya yang manis. Jadi
diharapkan kehidupan selanjutnya semakin baik dan manis.
Gambar
2. Kue Keranjang/Nian Gao
|
Pada hari raya Imlek, segala alat sembahyang, perhiasan rumah seperti lampion, tulisan kaligrafi, serta semua pernak-pernik berwarna merah. Merah disimbolkan sebagai lambang kebahagiaan, semangat dan berani. Lampion sendiri diartikan sebagai harapan atau kebahagiaan.
Nyanyian
lagu imlek dan pernak-pernik yang berwarna merah dipasang disetiap rumah. Ada
yang bermain kembang api/petasan karena pada zaman China kuno dulu, bunyi
petasan dipercaya mampu mengusir roh jahat. Salah satu hal penting dan harus
ada dalam imlek yaitu Angpao. Angpao diberikan dari orang yang sudah
menikah ke orang yang belum menikah. Tapi, orang yang belum menikah tidak boleh
memberi angpao kepada orang lain.
Gambar 3. Angpao
|
Biasanya
masyarakat Bengkalis merayakan Imlek dengan sangat meriah. Pada malam hari
menjelang hari raya, masyarakat membakar petasan/kembang api yang tak kunjung
henti. Yayasan Tionghoa juga mengundang artis dari Malaysia atau Taiwan untuk
memeriahkan acara tersebut sehingga suasana hari raya menjadi sangat meriah.
Gambar 4. Masyarakat bermain petasan/kembang api |
Di
rumah masyarakat sendiri disediakan berbagai cemilan seperti kacangan, permen,
kuaci, dan aneka kue kering tidak ketinggalan juga arak(tidak semua rumah) atau
minuman bersoda yang dijamukan kepada kerabat-kerabat ataupun dan tetangga yang
datang.
Pada
hari raya ke-6, masyarakat berkumpul di kelenteng untuk sembahyang dan
menyaksikan atraksi barongsai dan naga. Selajutnya diadakan pawai keliling
kota. Barongsai akan berjiarah kerumah-rumah untuk memberi salam dan kemudian
tuan rumah akan memberikan angpao
kepada barongsai.
Gambar 6. Perayaan Imlek ke-6 – Pawai Kota (Angkat Tandu) |
Pada
hari raya ke-9, masyarakat sembahyang kepada Tuhan dengan menyiapkan berbagai
persembahan, ada tebu, kue keranjang, buah-buahan, dan berbagai sajian lainnya.
Sembahyang kepada Tuhan sebagai ucapan terima kasih dan berharap agar segala
hal berjalan dengan baik dan lancar, sehat sejahtera, dan semua impian
terkabulkan.
Sedangkan pada hari raya ke-15 yang biasa dikenal dengan istilah ‘Cap Go Meh’ adalah malam pertama bulan purnama tahun baru. Ada masyarakat yang menyatakan bahwa Cap Go Meh merupakan hari Valentine versi China, oleh karena itu banyak yang mencari jodoh pada hari tersebut. Ada yang sembahyang di kelenteng dan rumah masing-masing. Ada juga yang menyebutkan bahwa Cap go Meh adalah hari pesta lampion. Setelah Cap Go Meh, maka berakhirlah hari raya Imlek.
Gambar 7. Masyarakat Tionghoa memasang Lampion di jalan |
Kesimpulan
dari saya sendiri, Imlek adalah hari berkumpul bersama keluarga. Anak-anaknya
yang merantau ke luar daerah akan pulang berkumpul bersama keluarganya,
menikmati momen-momen penting bersama keluarga dan menikmati makan malam
bersama(reunion dinner).
Imlek
itu bukanlah sebuah perayaan agama, tapi perayaan budaya. Bagi masyarakat
Tionghoa, siapa saja diperbolehkan untuk merayakan Imlek meskipun agamanya
Islam, Kristen, Hindu ataupun Buddha yang penting adalah mereka berketurunan
China. Sebagian orang salah kaprah menganggap bahwa imlek adalah hari raya agama Buddha. Disini saya menegaskan bahwa
Imlek bukanlah hari raya agama Buddha. Tapi mengapa dominan umat Buddha yang
merayakan imlek? Hal ini dikarenakan rata-rata penduduk Indonesia yang beragama
Buddha adalah keturunan China/Tionghoa. Oleh karena itu, umat Buddha masih banyak
terbawa budaya yang diajarkan oleh nenek moyang mereka dan budaya itu sendiri
masih sangat kental dan tidak bisa dipisahkan (sudah mendarah daging). Disisi
lain, agama Buddha sendiri tidak melarang umatnya untuk merayakan hari raya
Imlek. Sedangkan untuk agama Kristen yang umatnya berketurunan Tionghoa juga
ikut merayakan imlek dengan cara yang sederhana dan berbeda-beda.
Mungkin
perayaan imlek dari satu tempat dengan tempat yang lain agak berbeda. Hal ini wajar
saja karena disebabkan oleh peristiwa 1998 dulu dimana pemerintah mencoba untuk
menghilangkan kebudayan China atau faktor lingkungan, proses asimilasi maupun
akulturasi. Meskipun perayaan yang berbeda, namun intinya adalah sama.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar