Oleh : Rimma Ollyvia Boseke / 802009079 / MD302A
Minahasa adalah salah satu dari sekian
banyak suku yang ada di Indonesia. Adat dan istiadat suku Minahasa tidak
kalah beragamnya dengan suku-suku lain yang ada di negara ini. Minahasa adalah
suku asli yang ada di pulau Sulawesi (Celebes) tepatnya di Sulawesi Utara.
Tanah Minahasa memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah. Selain itu,
Minahasa mendapat julukan kota Nyiur Melambai karena banyak ditumbuhi pohon
kelapa. Tanah yang subur dan penuh dengan keindahan ini membuat semua mata yang
melihat akan terasa dimanjakan karena dipenuhi dengan dedaunan hijau dari pohon kelapa dan cengkeh yang menjadi kekayaan
orang minahasa.
Minahasa kaya akan adat istiadat, budaya dan bahasa daerah yang
digunakan oleh delapan etnis yang ada di minahasa seperti Toutemboan, toulour,
toumbulu, toudano tonsea dan lain-lain. Orang Minahasa memiliki sifat organisasi
yang baik karena orang-orang Minahasa memiliki satu prinsip hidup yang membuat
orang Minahasa menjadi satu kesatuan yaitu melalui Mapalus. Mapalus merupakan satu tradisi yang diturunkan oleh nenek
moyang orang Minahasa yang berarti saling menolong, mendukung dan membantu
serta bergotong-royong dalam mengerjakan segala sesuatu. Budaya Mapalus menjadi
satu prinsip ddan nilai plus yang dimiliki oleh orang Minahasa. Melalui konsep
Mapalus ini kemudian lahirlah satu falsafah dasar orang Minahasa yaitu SI TOU
TIMOU TUMOU TOU (orang hidup untuk menghidupkan). Berdasarkan falsafah/prinsip
dasar inilah orang Minahasa dapat menjalin hubungan kekerabatan yang erat
dimanapun berada. Falsafah ini yang mengikat orang Minahasa menjadi satu
kesatuan dan tidak terpisahkan dimanapun mereka berada. Contohnya : orang-orang
Minahasa yang tinggal di Luar Negri ataupun di tempat perantauan membentuk “Kerukunan Keluarga Kawanua (KKK)”
misalnya: KKK USA, KKK Holland, KKK Sedunia, KKK SEJABODETABEK, dan lain
sebagainya. Falsafah orang Minahasa yang membuat semua orang Minahasa (kawanua)
menjadi semakin erat dan tak terpisahkan.
Selain memiliki Falsafah/Prinsip yang luar biasa, Minahasa memiliki
banyak kekayaan daerah lainya seperti
Kesenian dan Musik. Kesenian Minahasa adalah karya orang Minahasa untuk
memenuhi hasratnya akan keindahan dan rasa senang meliputi: Seni suara, seni
tari, seni musik, seni sastra, seni ukir, seni patung, seni bangunan, seni
gambar, kerajinan, hiasan, busana dan masakan(Wenas, 2007).
Tarian maengket adalah salah satu
dari tarian daerah sulawesi utara yang sampai saat ini di jaga kebudayaannya.
Tarian maengket adalah tarian tradisional suku Minahasa yang mengisahkan rasa
syukur orang-orang minahasa kepada Tuhan Yang Maha Esa akan hasil pertanian yang
berlimpah yang diberikan kepada orang minahasa. Dahulu tarian Maengket ini
hanya dilakukan pada waktu panen hasil pertanian, tetapi pada zaman sekarang
ini tarian maengket menjadi khas dari Sulawesi Utara dan dipertontonkan untuk
acara-acara besar, pesta atau penyambutan tamu. Disetiap sekolah dari sekolah
dasar (SD) sampai Sekolah Menengah
Atas (SMA) memiliki satu kelompok
tari Maengket. Dua kali dalam setahun tarian maengket ini di lombakan, biasanya
pada HUT Provinsi atau Kota dan pada HUT RI (17 Agustus). Setiap sekolah
mengambil peranan untuk mengikuti lomba ini. Oktober tahun 2013 yang lalu
tarian Maengket di lombakan dalam rangka pertemuan Kerukunan Keluarga Kawanua
Sedunia yang diadakan di Jakarta dan di ikuti oleh beberapa rumpun (kelompok).
Tarian Maengket ini menjadi icon
Sulawesi Utara. Dalam tarian maengket ini terdiri dari 3 babak(tahap) yaitu
Maowey Kamberu, Marambak dan Lalayaan.
Tarian Maengket |
Selain tarian maengket, ada juga
tarian katrili yang merupakan tarian yang berasal dari Spanyol. Tarian ini
masuk ke suku Minahasa pada saat bangsa Spanyol masuk ke Sulawesi Utara untuk
membeli hasil bumi. Tarian ini dilakukan oleh beberapa pasang orang dengan
irama musik yang dibarengi dengan aba-aba. Tahun 90an tarian ini menjadi tarian
yang sering dilakukan dalam acara ppesta pernikahan, bahkan sampai sekarang ini
masih sering di lakukan pada pesta pernikahan orang-orang Minahasa walaupun
melangsungkan pernikahan di luar Minahasa.
Selanjutnya, Tarian Cakalele atau
yang disebut tarian Kabasaran. Tarian ini merupakan tarian tradisional yang
digunakan oleh orang-orang Minahasa pada zaman dahulu untuk mempertahankan
negerinya yaitu Minahasa dari orang-orang yang ingin merebut dan menguasai
Minahasa. Tarian ini merupakan tarian perang yang menggunakan tombak dan pedang
sebagai alat utama yang dipakai untuk melawan musuh dalam medan peperangan.
Tarian kabasaran ini juga seing di lakukan pada saat menerima tamu negara atau
turis asing, pawai budaya, juga untuk acara adat (misalnya pemindahan waruga).
Tarian Cakalele atau yang disebut tarian Kabasaran. |
Selain tarian, Minahasa juga memiliki darah kesenian dalam bidang musik
seperti Musik bambu dan Kolintang. Musik bambu adalah kesenian yang khas dan
hanya ada di tanah Minahasa. Sesuai dengan namanya, alat musik ini terbuat dari
bambu. Pemain musik bambu ini terdiri dari 40 orang. Sebelum musik populer
merajalela dan menguasai Minahasa, musik bambu menjadi alat musik yang
digunakan untuk menyemarakkan pesta pernikahan. Tapi, sangat disayangkan musik
bambu di tanah Minahasa sudah mulai pudar karena dipengaruhi oleh musik-musik
pop. Sekarang ini saya sudah jarang sekali menemui acara-acara yang menggunakan
musik bambu. Sangat amat disayangkan juga jika warisan budaya ini hilang.
Kolintang merupakan alat musik dari
Sulawesi Utara, khususnya Minahasa. Satu tahun belakangan ini ada satu lembaga
kebudayaan Sulawesi Utara yang berkantor di Jakarta sedang berusaha
menyelamatkan budaya musik kolintang dan memperkenalkan Kolintang di dunia.
Bukan hanya kaya akan kesenian,
tetapi Minahasa memiliki tempat-tempat yang menjadi tempat pariwisata yang
memperlihatkan keindahan batu-batu
megalit. Batu-batu ini hanya bisa i temui
di tanah Minahasa.
1.
WARUGA
Waruga adalah merupakan kuburan batu yang berbentuk kubus. Dalam kuburan
batu ini posisi mayatnya tidak seperti mayat-mayat yang lain yang
ditelentangkan, tetapi mayatnya dibuat seperti berjongkok.
Kubur batu Waruga |
2.
Watu Pinawetengan
Watu dalam bahasa indonesia adalah batu. Saya pernah mendengar bahwa watu
pinawetengan ini menjadi tempat pertemuan antara opo-opo (roh leluhur orang
Minahasa) dengan para Tonaas (mediator). Batu yang ada di situ dijadikan tempat
untuk ibadah. Menurut sejarah, watu pinawetengan adalah tempat para pemuka
agama dan leluhur (nenek moyang orang Minahasa) bertemu dan membicarakan suatu
keseppakatan untuk membagi Minahasa menjadi beberapa bagian dengan beberapa
etnis. Oleh karena itu tempat itu dinamakan “Watu Pinawetengan (watu = batu,
pinawetengan = pembagian)”. Orang-orang yang datang ke watu pinawetengan biasanya adalah orang-orang
yang punya permohonan dan orang-orang yang ingin sembuh dari penyakit yang
sudah lama mereka derita. Orang-orang yang mengunjungi watu pinawetengan bukan
hanya orang yang menginginnkan kesembuhan atas penyakit mereka tapi ada juga
yang menginginkan supaya terbebas dari marabahaya. Untuk meminta kesembuhan dan
perlindungan orang-orang harus mengikuti upacara atau ritual yang dipimpin oleh
tonaas yang dipercaya dapat menjadi mediator antara Opo (roh nenek moyang)
dengan orang-orang yang ingin sembuh. Saya pernah menyaksikan secara langsung
bagaimana ritual meminta kesembuhan. Sekitar 14 tahun yang lalu, saya dan
keluarga besar saya pergi berkunjung ke Watu Pinawetangan dengan maksud
mengantarkan paman saya yang sudah bertahun-tahun sakit dan tidak kunjung
sembuh. Obat-obat medis pun sudah tidak bisa di harapkan, akhirnya dengan
usulan tonaas yang ada di daerah rumah saya menyarankan untuk meminta
kesembuhan pada Opo (roh nenek moyang) di watu pinawetengan. Akhirnya, keluarga
besar pun menuruti saran dari sang tonaas. Dengan membawa beberapa perlengkapan
kami menuju ke Watu pinawetengan yang berada diatas bukit. Pada saat melakukan
ritual, tonaas meminta ijin terlebih dahulu pada arwah sang leluhur, setelah
itu pasien (orang yang sakit) dan keluarga harus mengelilingi batu itu kurang
lebih tujuh kali putaran dengan membisikkan kata-kata yang sudah di sampaikan
oleh tonaas, kemudian setelah itu berdoa minta kesembuhan. Setelah berdoa,
orang yang sakit itu digiring dan dibawa ke tempat mata air yang dekat dengan
batu itu dan dimandikan.
Lokasi tempat keberadaan Watu Pinawetengan |
Watu Pinawetengan |
Hubungan kekerabatan yang erat dan proses hidup orang Minahasa yang
saling bahu-membahu dan tolong menolong membuat satu kesatuan utuh yang
tercipta antar sesama. Inilah sedikit tentang Minahasa dan kebudayaan yang
dimiliki. Minahasa adalah tanah yang kaya akan banyak hal. Ini hanyalah sedikit dari banyaknya budaya di
Minahasa.
Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar