Oleh : Handoko (21 2011 125) / MD302B
Dilema Hukum dan
Keadilan di Indonesia
I.Latar Belakang
HUKUM adalah suatu “ alat “ yang digunakan untuk mengatur
keberlangsungan, ketertiban, keteraturan, keamanan, dan KEADILAN di dalam suatu Negara. Di Indonesia sendiri semua itu
sudah tertuang jelas di dalam Undang-Undang (UU) Dasar 1945 yang sudah ada
sejak tempo lama sebagai salah satu dasar Negara Republik Indonesia selain
Pancasila, karena tanpa adanya hukum yang mengatur suatu Negara sudah pasti
keseimbangan tidak akan tercipta.
Hukum merupakan suatu kebijakan/ketetapan berupa peraturan-peraturan dari
suatu badan resmi yang memiliki kewenangan untuk memaksakan pihak lain untuk
mentaatinya ,- Friedman.
Keadilan adalah
memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya ,- Aristoteles.
Dari definisi
para ahli diatas dapat kita simpulkan bahwa hukum dan keadilan tak dapat
terpisahkan, seperti hubungan timbal balik, bahwa ketika hukum ditegakan maka
keadilan akan tercipta dengan sendirinya, seperti gambar timbangan diatas yang
digunakan sebagai lambing keadilan dimana sisi kanan dan kiri sejajar dan
seimbang, itu adalah keadilan yang sempurna, dan dengan Hukum yang ditegakan
dengan baik maka itu semua bisa dicapai.
II.Contoh Kasus
Kasus Sandal Jepit
dan Buah Kakao Ketidakadilan bagi Masyarakat Kecil
Ada sesuatu hal yang menarik yang terjadi di Negara ini
dalam sidang kasus ‘Sandal Jepit’’ dengan terdakwa siswa SMK di pengadilan
Negeri Palu. Sungguh ironi, ketika seorang anak diancam hukuman lima tahun
penjara akibat mencuri sandal jepit milik Briptu Ahmad Rusdi Harahap dan Briptu
Simson Sipayung,anggota Brimob Polda Sulteng pada Mei 2011 lalu.sehingga
terjadi gerakan pengumpulan 1.000 sandal jepit di berbagai kota di Indonesia.
Bahkan media asing seperti singapura dan Washington Post dari Amerika Serikat
menyoroti sandal jepit sebagai symbol baru ketidakadilan di Indonesia dengan
berbagai judul berita seperti ‘’Indonesians Protest With
Flip-Flops’’,’’Indonesians have new symbol for injustice: sandals’’,
‘’Indonesians dump flip-flops at police station in symbol of frustration over
uneven justice’’,serta ‘’ Indonesia fight injustice with sandals’’.
Kasus kecil yang menimpa orang
kecil yang masih hangat dalam ingatan adalah kasus yang menimpa nenek minah
berusia 55 tahun yang terjadi pertengahan agustus 2009. Nenek Minah warga desa
Darmakraden, Kecamatan Ajibarang,Kabupaten Banyumas,Jawa Tengah harus
dihadapkan ke Pengadilan Negeri Purrwokerto,Kabupaten Banyumas,dengan tuduhan
mencuri buah kakao (coklat)milik perkebunan PT Rumpun Sari Antan 4. Nenek minah
mengaku telah memetik tiga buah kakao dari perkebunan tersebut. Maksudnya untuk
bibit di kebunnya yang kecil dan memang ditanami kakao. Tapi perbuatannya
dipergoki mandor perkebunan. Dia minta maaf sambil mengembalikan ketiga kakao
itu kepada sang mandor. Tapi rupanya tiada maaf bagi nenek minah,karena sang mandor
melapor ke atasan dan diteruskan ke polisi. Di proses,lantas ke Kejaksaan,dan
berakhir di Pengadilan Negeri Purwokerto. Nenek Minah dijatuhi hukuman
percobaan 1 bulan 15 hari. Dia memang tidak perlu dipenjara,tapi jangan sampai
melakukan tindak pidana. Dan sebelumnnya pun dia sudah menjalani tahanan rumah
sekjak 13 Oktober sampai 1 November 2009.
Dari kedua kasus diatas,kasus
yang menimpa bocah pencuri sandal jepit dan nenek pencuri buah kakao jelas
Tidak ada keadilan disitu. Karena hukuman yang adil bukan sekedar berdasarkan
pasal sekian pasal sekian,tapi ada pertimbangan lain,ada hati nurani dan peri
kemanusiaan. Jika melihat dari sisi pasal-pasal yang tertera dalam KUHP,sang
bocah dan nenek minah memang bisa dikatakan bersalah. Karena dia mencuri. Namun
dari sisi lain,apakah itu dapat disebut hukum berkeadilan? Hanya mencuri tiga
buah kakao yang dilakukan seorang anak dibawah umur dan perempuan tua,harus
dihukum,sedangkan para koruptor yang melahap uang Negara Negara/rakyat sampai
milyaran rupiah bebas karena katanya ‘’tidak ada bukti’’?
Di Indonesia negeri kita
tercinta ini. Apakah hanya hukum yang berdasar pasal demi pasal? Atau hukum
yang berkeadilan,berhati
nurani,dan
bukan hukum yang buta?
III. Pembahasan
Dari Kasus diatas dapat kita lihat betapa ironiknya penegakan hukum
di Indonesia, Kasus yang secara logika dan akal sehat manusia tidak perlu
dibesar-besarkan justru hingga masuk ke dalam meja hijau. Memang secara Hukum
nenek dan anak tersebut salah karena melanggar Undang-undang tentang pencurian,
tetapi apakah hukum harus ditegakan secara kaku ? tanpa adanya perasaan dan
Nurani ?
Sedangkan para koruptor dan orang-orang besar seperti pejabat dan
para pemangku kepentingan yang melakukan tindakan yang jelas-jelas merugikan
banyak orang dan Negara sekalipun seperti kebal hukum, apakah timbangan
tersebut sudah berada pada keseimbangan yang sempurna Antara sisi kanan dan
kiri ?
Ini semua kita kembalikan lagi kepada para petinggi dan penegak
hukum di Negara ini, karena masyarakat kecil seperti tidak memiliki suara di
hadapan hukum, tidak seperti para pejabat yang dapat memainkan hukum dengan seenaknya
hanya dengan uang semata.
IV. Pesan Moral
Hukum yang baik adalah hukum
yang tidak kaku dan tidak buta yang berasaskan hati nurani, dan juga akal sehat
manusia.
V. Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar