Pandangan
akan keberagaman atau pluralisme adalah sebuah kerangka dimana ada interaksi
beberapa kelompok-kelompok yang menunjukkan rasa saling menghormat dan
toleransi satu sama lain. Mereka hidup bersama (koeksistensi) serta membuahkan
hasil tanpa konflik. Itu adalah pengertian keberagaman yang ideal, dan
sepertinya belum terjadi di Negara kita ini.
INDONESIA
adalah sebuah Negara kepulauan terbesar di dunia, dengan didalamnya terdapat
17.504 pulau (termasuk 9.634 pulau yang belum diberi nama dan 6.000 pulau yang
tidak berpenghuni) bahkan Indonesia juga merupakan negara dengan jumlah suku
terbanyak di dunia. Patut lah kita sebagai warga Negara Indonesia tercinta ini merasa
bangga dengan keberagaman yang ada di dalamnya. Keberagaman di Indonesia
sendiri tidak hanya ada pada sukunya saja tetapi juga pada keberagaman ras,
agama, golongan, bahasa, kuliner, kesenian dan banyak berbagai macam yang
lainnya.
Dalam
membicarakan keberagaman atau pluralitas dari Negara Indonesia yang membuat berbagai
Negara di dunia kagum, tetap saja banyak masalah terjadi di dalamnya. Masalah
seperti masalah primodialisme, masalah agama, dan berbagai macam masalah lain
yang sebenarnya malah ditimbulkan oleh keberagaman itu sendiri, dan juga akan
sangat memalukan bila bocor ke “luar”.
Dari
berbagai macam masalah yang datang dari keberagaman ini yang sudah lam terjadi
dan masih sangat pelik adalah masalah keberagaman agama yang terdapat di Indonesia. Dimana menurut koentjaraningrat (dalam wiloso, dkk) mengatakan bahwa religi atau
agama dan kepercayaan adalah salah satu unsur dari 7 unsur universal budaya,
terlebih di indonesia
kepercayaan atau agama yang datangpun sudah melebur dengan budaya . Indonesia
sendiri kalau tidak salah semenjak tahun 1945 (setelah merdeka) atau 1950an
sudah menetapkan 5 agama yang diakui oleh Negara, antara lain Islam, Kristen,
Katholik, Hindu, dan Budha (tidak mengurutkan menurut apapun). Dan beberapa
tahun terakhir ini Indonesia
menambahkan satu agama lagi yang diakui, ya itu Khonghucu. Ketetapan ini bukan
lah sekedar membuat peraturan dan mengakui 6 agama/kepercayaan, akan tetapi
dengan proses berfikir yang tidak sebentar dan dengan banyak pertibangngan.
Kembali
lagi kedalam masalah yang timbul dari keberagaman, kita lihat dari agama yang
hanya ada 6 saja sudah banyak sekali masalah yang timbul, seperti penistaan
agama, penyerangan terhadapa umat agama, tindak kekerasan atas nama agama, dan
banyak lagi, pikirkan dengan masalah yang akan telah atau akan muncul dari
keberagaman suku yang jumlahnya ada sekitar 700an? Bukkannya saya melihat dari
sisi negative, tetapi memang seperti itu yang terjadi di Indonesia ku tercinta ini.
Salah
satu kejadian yang menarik untuk saya angkat adalah kejadian
dibongkar(paksa)nya patung “manusia akar” di jantung kota
Jogjakarta oleh
salah satu organisasi masyarakat (ormas) salah satu agama. Patung manusia akar
sendiri adalah patung berbentuk sesosok kaki manusia sampai ke sekitar pinggul
dengan badan akar, karya kreatif seniman-seniman Jogja
pada Event Bienalle Jogja 2011. Patung manusia akar ini diberi nama “Tropic Effect”.
Yang mencerminkan manusia di iklim tropis ini sudah terlalu kebablasan merusak
lingkungan dan hutan, seakan manusialah yang paling perkasa di bumi ini.
Sebenanya maksud dari patung ini cukup baik, karena tujuannya mengingatkan
bahwa manusia benar-benar sudah kelewatan merusak alam sekitar, akan tetapi
suatu ormas baru akhir-akhir ini menolak adanya patung manusia akar dikarenakan
menurut mereka patung manusia akar adalah perlambang kemusrikan, porno, cabul
dan sebagainya. yang masih menjadi pertanyaan adalah patung itu sudah ada
semenjak tahun 2011, kenapa baru didesak untuk dipermasalahkan sekarang (2014).
Dan yang paling membuat warga jogja semakin tidak menghormati ormas ini adalah
pertama posisi patung itu yang berada di jantung kota
jogja (berada di daerah sekitar perempatan di ujung selatan jalan Malioboro),
yang notabene jogja adalah kota yang memiliki
beberagaman, kota
penuh toleransi yang akhirnya dirusak oleh kepentingan satu golongan. Kedua,
caranya yang dengan menteror pihak yang berwajib pada patung itu. Tidak hanya
warga jogja yang beraneka ragam saja yang marah dengan perlakuan ormas
tersebut, bahkan banyak orang yang kebetulan memeluk agama atau kepercayaan
yang sama dengan agama yang di “agung-agung”kan oleh ormas tersebut juga naik
pitam (saya memberi tanda kutip karena saya sendiri tidak yakin, apakah itu
mengagungkan, memegang teguh, atau hanya sebatas menggunakan nama dari suatu
agama sebagai suatu perlindungan). Dengan adanya kejadian itu kota
Jogjakarta, kota penuh toleransi tercoreng oleh suatu
“golongan”.
Kejadian-kejadian serupa sering
terjadi di Indonesiaku tercinta ini, tidah hanya dari ormas yang saya sebut
diatas saja, banyak pihak selalu mengagungkan agamanya dan akhirnya malah
menjatuhkan agama lain, atau suku, ras, bahkan golongan tertentu, yang mereka
tidak sadari adalah bahwa perlakuan itu di Indonesia hanya akan memperburuk
nama agama yang mereka pegang teguh (walau sepertinya tidak berlaku pada
pemerintah).
Orang-orang yang mengatas namakan
Tuhan dari suatu agama untuk melakukan tindak kekerasan, menjatuhkan nama baik
siapapun, perusakan, dan lain sebagainya benar-benar tidak menyadari bahwa
sebenarnya Tuhan yang diyakini di tiap agama maupun kepercayaan yang ada bukan
hanya di Indonesia
tercinta, tetapi juga di dunia bertujuan atau menginginkan atau mengajarkan
KEDAMAIAN.
Lalu bagaimana caranya agar di Indonesia
ini keberagaman tidak menghasilkan konflik? Pertanyaan ini lah yang sebenarnya
sudah dicari jawabannya sejak lama tetapi tetap saja tidak ada perwujudan yang
membawa perubahan yang signifikan pada rakyat Indonesia ini. Sebenarnya
jawabannya sangat simple, yaitu toleransi, tetapi sangat sulit dilakukan.
Selalu saja ada prasangka-prasangka yang membuat rasa ingin bertoleransi
perlahan menghilang. Contohnya saja, jika anda membaca tulisan saya ini ormas
apa yang terbayang oleh anda? Ya, sangat sulit bagi manusia “menyingkirkan”
prasangka, tetapi sulit bukan berarti tidak bisa dan tidak boleh dicoba.
Pernahkah anda membayangkan kalau
pelangi hanya memiliki satu warna? Pernahkah anda membayangkan kalau semua nada
hanya ada nada do? Pernahkah anda pembayangkan kalau alphabet hanya ada huruf A
saja? Pelangi tidak akan indah jika tidak ada beragam warna didalamnya. sebuah
musik yang indah tidak dapat tercipta dari sebuah nada saja. Kata-kata penuh
makna tidak akan berarti bila semua hurufnya adalah A. dengan kata lain semua
jawaban untuk menuju Indonesia yang beragam dan damai tanpa konflik ada dalam
diri setiap warga Negara, tergantung pada kesadaran dan bagaimana mereka melihat
keberagaman itu sendiri.
DAFTAR
PUSTAKA
Wiloso, P. G., dkk, 2012, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Salatiga:
FISKOM PERSS
http://ahmadgaus.wordpress.com/2012/11/06/toleransi-agama/
http://baltyra.com/2014/02/17/jogja-menangis-sebab-fpi-merobek-jantung-toleransi/
http://id.wikipedia.org/wiki/Pluralisme
https://www.google.com/search?q=pluralisme+di+indonesia&client=firefox-a&hs=gIZ&rls=org.mozilla:en-US:official&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ei=sroOU9T2BYSFrAflk4HAAw&ved=0CAkQ_AUoAQ#facrc=_&imgdii=_&imgrc=otrzYuE1G-WqaM%253A%3BZyS73OYdvYaGYM%3Bhttp%253A%252F%252Fdreamlandaulah.files.wordpress.com%252F2010%252F05%252Fadian_pluralisme-agama-b.jpg%3Bhttps%253A%252F%252Fdreamlandaulah.wordpress.com%252Ftag%252Fpluralisme%252Fpage%252F2%252F%3B250%3B329
Tema :
Pluralisme / Topik : ancaman pada Pluralisme
Tidak ada komentar:
Posting Komentar