Disusun
oleh :
Christian
Haryo Adi Nugroho ( 672012218 )
Puji
syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya , sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Dengan
adanya makalah ini semoga dapat bermanfaat, baik bagi pembaca maupun penulis
sendiri. Makalah dengan judul “Pluralis(me) “ ini, penulis buat dalam rangka
menyelesaikan tugas mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar.
Penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini, baik dalam bentuk semangat, motivasi, maupun dalam
pengadaan buku. Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sepenuhnya sempurna,
maka dari itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca , dengan
harapan penulis dapat membuat makalah lain yang lebih baik lagi. Semoga makalah
ini dapat memenuhi tujuan pembuatannya dan dapat menambah pengetahuan kita
semua.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ...................................................................................................................................... I
Daftar Isi ............................................................................................................................................... II
BAB I
Latar Belakang .................................................................................................................................... 1
BAB II
Isi
........................................................................................................................................................ 2
2.1
Definisi dan Penyebaran Pluralisme ................................................................................................. 2
2.2
Pluralisme dari Beberapa Sudut Pandang Agama ............................................................................ 5
2.2.1 Kristen .................................................................................................................................... 5
2.2.2 Katholik .................................................................................................................................. 5
2.2.3 Hindu ...................................................................................................................................... 7
2.2.4 Islam ....................................................................................................................................... 8
2.3
Menjelajahi Sisi Lain Pluralisme ....................................................................................................... 8
BAB III
Kesimpulan ........................................................................................................................................... 9
Saran .................................................................................................................................................... 9
Daftar Pustaka ....................................................................................................................................... 10
BAB I
Latar
Belakang
Negara Indonesia adalah
sebuah Negara yang terdiri dari beraneka ragam masyarakat, suku bangsa, etnis
atau kelompok sosial, kepercayaan, agama, dan kebudayaan yang berbeda-beda dari
daerah satu dengan daerah lain yang mendominasi khasanah budaya
Indonesia.
Dengan semakin beraneka
ragamnya masyarakat dan budaya, sudah tentu setiap masing-masing individu
masyarakat mempunyai keinginan yang berbeda-beda. Orang-orang dari daerah yang
berbeda dengan latar belakang yang berbeda, struktur sosial, dan karakter yang
berbeda, memiliki pandangan yang berbeda dengan cara berpikir dalam menghadapi
hidup dan masalah mereka sendiri dan hal tersebut kemungkinan besar akan
menimbulkan konflik dan perpecahan yang hanya berlandaskan emosi diantara
individu masyarakat, apalagi kondisi penduduk Indonesia sangatlah mudah
terpengaruh oleh suatu informasi tanpa mau mengkaji lebih dalam. Untuk itulah
diperlukan paham pluralisme dan multikulturalisme untuk mempersatukan suatu
bangsa.
Apalagi ketika kita melihat
pedoman dari bangsa Indonesia yaitu Bhineka Tunggal Ika, yang mempunyai
pengertian berbeda - beda tetapi tetap menjadi satu, yang mengingatkan kita
betapa pentingnya pluralisme untuk menjaga persatuan dari kebhinekaan bangsa.
Dimana pedoman itu telah tercantum pada lambang Negara kita yang didalamnya
telah terangkum dasar Negara kita juga.
BAB II
Isi
2.1
Definisi dan Penyebaran Pluralisme
Pluralisme Agama (Religious
Pluralism) adalah istilah khusus dalam kajian agama-agama. Sebagai
‘terminologi khusus’. istilah ini tidak dapat dimaknai sembarangan, misalnya disamakan
dengan makna istilah ‘toleransi’, ‘saling menghormati’ (mutual respect), dan sebagainya. Sebagai satu paham (isme), yang membahas
cara pandang terhadap agama-agama yang ada,
istilah ‘Pluralisme Agama’ telah menjadi pembahasan panjang di kalangan
para ilmuan dalam studi agama-agama (religious
studies).
Dan memang, meskipun ada sejumlah definisi yang bersifat
sosiologis, tetapi yang menjadi perhatian utama para peneliti dan tokoh-tokoh
agama adalah definisi Pluralisme yang meletakkan kebenaran agama - agama
sebagai kebenaran relatif dan menempatkan agama - agama pada posisi “setara” apapun jenis
agama itu. Bahkan, sebagian pemeluk
Pluralisme mendukung paham sikretisasi agama. 1
Apakah
pluralisme adalah sesuatu yang mengancam kehidupan ? Pertanyaan itu dapat kita
jawab bila kita memahami secara baik apa yang dimaksudkan dengan pluralisme
agama.
Pluralisme
agama tidak sama dengan mengatakan bahwa “semua agama adalah sama”, juga
berbeda sama sekali dengan yang dimaksud merelatifkan agama. Dalam pluralisme
agama, setiap orang diberi kebebasan untuk percaya kepada dan menjalankan
tradisi keagamaannya yang menjadi sumber kebaikan, keadilan, kesejahteraan, dan
perdamaian, bukan sebaliknya. Dalam pluralisme agama, orang diajak tidak saja
untuk menghormati agama lain, atau orang yang beragama lain, tetapi juga
kesediaan untuk berlaku adil kepada orang lain, menciptakan perdamaian dan
saling menghormati.
____________
1.
DR.
ADIAN HUSAINI. PLURALISME AGAMA MUSUH AGAMA – AGAMA (Pandangan Katolik, Protestan,
Hindu, dan Islam terhadap paham Pluralisme Agama).
http://www.adianhusaini.com, hlm. 3
Pluralisme
agama, tidak saja mengenai kuantitas, atau keadaan penduduk Indonesia yang
terdiri dari latar belakang agama atau etnis yang berbeda, tetapi mengandung
makna, nilai, spiritualitas kehidupan, sehingga bila menyebut “pluralisme
agama”, di sana selalu ada “sesuatu” yang dimaknai secara substansial, ada hal
yang mengandung “way of life” warga masyarakat yang berbeda-beda latar
belakangnya. Karena itu, selain berkaitan dengan perbedaan, kemajemukan,
sebagai realitas sosial, juga di sana tercakup pengalaman hidup, berbagai
gagasan, paradigma, pikiran yang berkembang dari dinamika perbedaan atau
pluralitas. Sebab itu, memahami istilah pluralisme agama, adalah juga soal
kepelbagaian dalam perbedaan yang tidak statis, tetapi hidup dan menghidupkan,
berkembang dan berada dalam proses perubahan yang berlangsung di masyarakat.
Pluralisme, yang daripadanya mengalir nilai - nilai untuk kepentingan demokrasi
bangsa, kepentingan keadilan dan perdamaian serta kesejahteraan hidup
masyarakat dan bangsa Indonesia, menjadi prioritas utama. 2
Dalam
buku “Pluralisme, Konflik, dan
Pendidikan Agama Indonesia” dikatakan bahwa
pluralisme tidak dapat dipahami hanya dengan mengatakan bahwa masyarakat
kita majemuk, beraneka ragam, terdiri dari berbagai suku dan agama, yang justru
hanya menggambarkan kesan fragmentasi, bukan pluralisme. Pluralisme juga tidak
boleh dipahami sekedar sebagai “kebaikan negatif” (negative good), hanya
ditilik dari kegunaannya untuk menyingkirkan fanatisisme (to keep fanaticism at
bay). Pluralisme harus dipahami sebagai pertalian sejati kebhinekaan
ikatan-ikatan keadaban (genuine engagement of diversities within the bonds of
civility).
Secara amat kasar, pluralisme dan antaragama di
Indonesia bisa dibagi menjadi tiga periode atau tiga pola yang berbeda, yakni :
a. Pluralisme
cikal - bakal, atau pluralisme awal, yaitu pluralisme yang relatif stabil,
karena kemajemukan suku dan masyarakat pada umumnya masih berada dalam taraf
statis. Mereka hidup dalam lingkungan yang relatif terisolasi dalam batas -
batas wilayah yang tetap, dan belum memilki mobilitas yang tinggi karena
teknologi komunikasi dan transportasi yang mereka miliki belum memadai.
____________
2 Herry Mety.
Prospek Pluralisme Agama di Indonesia :
harapan untuk keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan di Indonesia .
Yogyakarta : Inferdei Yogyakarta . 2009, hlm. xvi-xvii
b. Pluralisme
Kompetitif yaitu pluralisme yang
bersifat terbuka atau pluralisme yang melahirkan persaingan antara beberapa
kubu umat beragama. Pluralisme jenis kedua ini kira-kira mulai abad 13 ketika
agama Islam mulai berkembang di Indonesia, dan kemudian disusul dengan
kedatangan agama Barat atau agama Kristen (baik Katolik maupun Protestan) pada
kira-kira pada abad 15. Konflik dan peperangan mulai terjadi diantara kerajaan
Islam di pesisir dengan sisa - sisa kekuatan Majapahit di pedalaman Jawa.
Pluralisme pada periode ini (selama 1 abad, dari abad 15 sampai dengan abad 19)
merupakan suatu bentuk pluralisme yang didominasi oleh kelompok yang kuat
terhadap yang lemah. Persaingan dan trauma konflik ini juga tersimpan dalam
memori kolektif yang sering diteguhkan menjadi semacam keyakinan teologis bagi
penganut agama masing - masing.
c. Pluralisme
modern atau pluralisme yang bercorak organik. Di awal abad ke 20, puncak
dominasi Belanda atas wilayah Nusantara tercapai dengan didirikannya “negara”
Nederland Indie. Fase baru ini berimplikasi besar pada format pluralisme di
Indonesia. Segala bentuk dan unsur - unsur kepelbagaian yang ada dirajut
menjadi satu oleh jaringan yang disebut negara atau semi (quasi) negara yang
bernama : Nederlands Indie. Kenyataan negara ini menjadi sebuah kesatuan organik
yang memiliki satu pusat pemerintahan yang mengatur kehidupan berdasarkan hukum
dan pusat kekuasaan yang riil.3
Pluralisme merupakan suatu keharusan bagi keselamatan umat manusia,
antara lain melalui mekanisme pengawasan dan pengimbangan yang dihasilkannya.
Dalam kitab Suci justru disebutkan bahwa Allah menciptakan mekanisme pengawasan
dan pengimbangan antara sesama manusia guna memelihara keutuhan bumi, dan
merupakan salah satu wujud kemurahan Tuhan yang melimpah kepada umat manusia.4
____________
3.Th.
Sumartana, dkk. Pluralisme, Konflik, dan
Pendidikan Agama di Indonesia. Yogyakarta : Institut DIAN/Interfidei. 2005,
hlm. 79-80
4.
Ibid, hlm. 79-80
2.2 Pluralisme dari Beberapa Sudut
Pandang Agama
2.2.1 Kristen
Dalam dunia Kristen,
pluralisme agama pada beberapa dekade terakhir diprakarsai oleh John Hick.
Dalam hal ini dia mengatakan bahwa menurut pandangan fenomenologis, terminologi
pluralisme agama arti sederhananya ialah realitas bahwa sejarah agama - agama
menunjukkan berbagai tradisi serta kemajemukan yang timbul dari cabang masing -
masing agama.
Dari sudut pandang filsafat,
istilah ini menyoroti sebuah teori khusus mengenai hubungan antar tradisi
dengan berbagai klaim dan rival mereka. Istilah ini mengandung arti berupa
teori bahwa agama - agama besar dunia adalah pembentuk aneka ragam
persepsi yang berbeda mengenai satu puncak hakikat yang misterius.
2.2.2
Katholik
Menghadapi serbuan paham pluralisme agama
ini, maka para tokoh agama – agama tidak tinggal diam. Paus Yohannes Paulus II,
tahun 2000, mengeluarkan Dekrit ‘Dominus Jesus’. Berikut ini kita kutipkan
pendapat tokoh katolik Prof. Frans Magnis Suseno, tentang Pluralisme agama,
sebagaimana ditulis dalam bukunya, menjadi Saksi Kristus Ditengah Masyarakat
Majemuk.
Pluralisme agama, kata Frans Magnis
Suseno, sebagaimana diperjuangkan di kalangan Kristen oleh teolog – teolog
seperti John Hick, Paul F .Knitter (Protestan) dan Raimundo Panikkar (Katolik),
adalah paham yang menolak eksklusivisme kebenaran. Bagi mereka, anggapan bahwa
hanya agamanya sendiri yang benar merupakan kesombongan. Semua agama hendaknya
memperlihatkan kerendahan hati, tidak menganggap lebih benar daripada yang lain
– lain. Teologi yang mendasari anggapan itu adalah, kurang lebih dan dengan
rincian berbeda, anggapan bahwa agama – agama merupakan ekspresi religiositas
umat manusia. Para pendiri agama, seperti Buddha, Yesus, dan Muhammad merupakan
genius – genius religius. Mereka menghayati dimensi religius secara mendalam.
Mereka mirip dengan orang yang bisa menemukan air di tanah. Berakar dalam sungai keilahian
mendalam yang mengalir di bawah permukaan dan dari padanya segala ungkapan
religiositas manusia hidup.
Posisi ini bisa sekaligus berarti
melepaskan adanya Allah personal. Jadi, yang sebenarnya diakui adalah dimensi
transenden dan metafisik alam semesta manusia. Namun, bisa juga dengan
mempertahankan paham Allah personal.5
Frans Magnis Suseno, Menjadi Sanksi
Kristus Di Tengah Masyarakat Majemuk,( Jakarta: Penerbit Obor, 2004),hal.
138-141.
____________
5.
DR. ADIAN HUSAINI. PLURALISME AGAMA MUSUH
AGAMA – AGAMA (Pandangan Katolik, Protestan, Hindu, dan Islam terhadap paham
Pluralisme Agama).
http://www.adianhusaini.com,
hlm. 12
Masih menurut penjelasan Fran Magnis Suseno, pluralisme agama itu sesuai
dengan “ semangat zaman”. Ia merupakan warisan filsafat Pencerahan 300 tahun
lalu dan pada hakikatnya kembali ke pandangan Kant tentang agama sebagai
lembaga moral, hanya dalam bahasa diperkaya oleh aliran – aliran New Age yang,
berlainan dengan Pencerahan, sangat terbuka terhadap segala macam dimensi
“metafisik” , “kosmis” , “holistik” , “mistik” , dsb. Pluralisme sangat sesuai
dengan anggapan yang sudah sangat meluas dalam masyarakat sekuler bahwa agama
adalah masalah selera, yang termasuk “budaya hati” individual, mirip misalnya
dengan dimensi estetik, dan bukan masalah kebenaran. Mengklaim kebenaran hanya
bagi diri sendiri dianggap tidak toleran. Kata “Dogma” menjadi kata negatif.
Masih berpegang pada dogma – dogma dianggap ketinggalan zaman.
Paham pluralisme agama, menurut Frans Magnis Suseno, jelas-jelas ditolak
oleh Gereja Katholik. Pada tahun 2000, Vatikan menerbitkan penjelasan ‘Dominus
Jesus’. Penjelasan ini, selain menolak paham Pluralisme Agama, juga menegaskan
kembali bahwa Yesus Kristus adalah satu-satunya pengantara keselamatan Ilahi
dan tidak ada orang yang bisa ke Bapa selain melalui Yesus. Di kalangan
Katholik sendiri, ‘Dominus Yesus menimbulkan reaksi keras. Frans Magnis Suseno
sendiri mendukung ‘Dominus Jesus’ itu, dan menyatakan bahwa ‘Dominus Jesus’ itu
sudah perlu dan tepat waktu. Menurutnya, Pluralisme agama hanya di permukaan
saja kelihatan lebih rendah hati dan toleran daripada sikap inklusif yang tetap
meyakini imannya. Bukan namanya toleransi apabila untuk mau saling menerima
dituntut agar masing-masing melepaskan apa yang mereka yakini. Ambil saja
sebagai contoh Islam dan Kristianitas. Pluralisme mengusulkan agar masing -
masing saling menerima karena masing - masing tidak lebih dari ungkapan
religiositas manusia, dan kalau begitu, tentu saja mengklaim kepenuhan
kebenaran tidak masuk akal.
Namun yang nyata - nyata dituntut kaum
Pluralis adalah agar Islam melepaskan klaimnya bahwa Allah dalam Al-quran
memberi petunjuk definitif, akhir dan benar tentang bagaimana manusia harus
hidup agar ia selamat, dengan sekaligus membatalkan petunjuk - petunjuk
sebelumnya. Dari kaum Kristiani, kaum pluralis menuntut untuk mengesampingkan
bahwa Yesus itu “Sang Jalan”, “Sang kehidupan”, dan “Sang Kebenaran”, menjadi
salah satu jalan, salah satu sumber kehidupan dan salah satu kebenaran, jadi
melepaskan keyakinan lama yang mengatakan bahwa hanya melalui Putera manusia
bisa sampai ke Bapa.
Terhadap paham semacam
itu, Frans Magnis Suseno menegaskan : “Menurut saya ini tidak lucu dan tidak serius”. Ini sikap menghina
kalaupun bermaksud baik. Toleransi tidak menuntut agar kta menjadi sama, mari
kita bersedia saling menerima toleransi yang sebenarnya berarti menerima orang
lain, kelompok lain, keberadaan agana lain, dengan baik, mengikuti dan
menghormati keberadaan mereka dalam keberlainan mereka! Toleransi justru bukan
asimilasi, melainkan hormat penuh identitas masing - masing yang tidak sama. 6
2.2.3 Hindu
Kaum Pluralis Agama dari berbagai penganut
agama sering mengutip ucapan tokoh - tokoh Hindu untuk mendukung pendapat
mereka. Sukidi, seorang propagandis Pluralisme Agama dari kalangan liberal di
Muhammadiyah, misalnya, menulis dalam satu artikel di media massa :
“Dan, konsekuensinya, ada banyak kebenaran
(many truths) dalam tradisi dan agama - agama. Nietzsche menegaskan adanya
Kebenaran Tunggal dan justru bersikap afirmatif terhadap banyak kebenaran.
Mahatma Gandhi pun seirama dengan mendeklarasikan bahwa semua agama - entah
Hinduisme, Buddhisme, Yahudi, Kristen, Islam, Zoroaster, maupun lainnya adalah
benar dan konsekuensinya, kebenaran ada dan ditemukan pada semua agama. Agama -
agama itu diibaratkan, dalam nalar pluralisme Gandhi, seperti pohon yang
memiliki banyak cabang (many), tapi berasal dari satu akar (the One).
Akar yang satu itulah yang menjadi asal
dan orientasi agama - agama. Karena itu, mari kita memproklamasikan kembali
bahwa pluralisme agama sudah menjadi hukum Tuhan (sunnatullâh) yang tidak
mungkin berubah. Dan, karena itu, mustahil pula kita melawan dan menghindari.
Sebagai muslim, kita tidak punya jalan lain kecuali bersikap positif dan
optimistis dalam menerima pluralisme agama sebagai hukum Tuhan. (Jawa Pos, 11 Januari
2004). 7
____________
6.
DR. ADIAN HUSAINI. PLURALISME AGAMA MUSUH
AGAMA – AGAMA (Pandangan Katolik, Protestan, Hindu, dan Islam terhadap paham
Pluralisme Agama).
http://www.adianhusaini.com,
hlm.
12-14
7. Ibid, hlm. 17
2.2.4 Islam
Majelis
Ulama Indonesia, melalui fatwanya tanggal 29 Juli 2005 juga telah menyatakan
bahwa paham Pluralisme Agama bertentangan dengan Islam dan haram umat Islam
memeluk paham ini. MUI mendefinisikan Pluralisme Agama sebagai suatu paham yang
mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama
adalah relatif; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim
bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah.
Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup
berdampingan di surga. Dr. Anis Malik Thoha, pakar Pluralisme Agama, yang juga
Mustasyar NU Cabang Istimewa Malaysia, mendukung fatwa MUI tersebut dan
menyimpulkan bahwa Pluralisme Agama memang sebuah agama baru yang sangat
destruktif terhadap Islam dan agama-agama lain.
Sebelum MUI mengeluarkan fatwa tentang
haramnya paham “Pluralisme Agama”, penyebaran ini di Indonesia sudah sangat
meluas. Jika ditelusuri, sebenarnya ksebagian benihnya sudah ditabur sejak
zaman penjajahan Belanda dengan merebaknya ajaran kelompok Theosofi. Namun,
istilah “Pluralisme Agama” atau pengakuan seorang sebagai pluralis dalam
konteks theologi, bisa ditelusuri pada catatan harian Ahmad Wahib, salah satu
perintis gerakan Islam Liberal di Indonesia, disamping Dawam Rahardjo dan
Djohan Effendi. 8
2.3 Menjelajahi Sisi
Lain Pluralisme
Paul F. Knitter mencoba membentuk suatu pandangan
teologis yang dapat meyakinkan saya dan para rekan bahwa kesaksian Kristen
seperti yang terdapat dalam Kitab Suci dan tradisi tidak ditinggalkan, tetapi
memahaminya lebih mendalam dan kemudian memliharanya, serta mengganti (yang
bukan berarti meninggalkan) pendekatan kristosentris yang sudah biasa dengan
pendekatan teosentris terhadap agama-agama lain. Walaupun kita orang Kristen
mengimani Yesus yang adalah Kristus sebagai titik berangkat dan focus yang
mutlak untuk memahami diri sendiri dan orang lain, kita juga harus mengingatkan
diri sendiri bahwa Misteri Ilahi, yang kita kenal didalam Yesus dan disebut Theos atau Allah, lebih besar dari pada
realitas dan pengajaran Yesus. Jadi kita terbuka terhadap kemungkinan
(diperdebatkan Knitter dalam No= Other Name?) bahwa agama-agama lain juga
memiliki pandangan dan respons mereka sendiri yang abash terhadap misteri ini;
jadi, mereka tidak harus dimasukan dalam kekristenan. Sebaliknya, semua agama
bisa, mungkin perlu, dimasukan satu sama lain – saling berhubungan – sepanjang
semuanya terus berupaya menemukan atau setia kepada misteri atau kebenaran yang
tak ada habis-habisnya itu, Knitter memang telah meninggalkan jembatan, dari
inklusivisme ke semacam pluralisme. 9
____________
7.
DR. ADIAN HUSAINI. PLURALISME AGAMA MUSUH
AGAMA – AGAMA (Pandangan Katolik, Protestan, Hindu, dan Islam terhadap paham
Pluralisme Agama).
http://www.adianhusaini.com,
hlm.
17
8.
Ibid, hlm 21-22
9. Paul
F. Knitter. Satu Bumi Banyak Agama.
Jakarta : Gunung Mulia. 2003, hlm. 37
BAB III
3.1
Kesimpulan
Pluralisme
agama tidak sama dengan mengatakan bahwa “semua agama adalah sama”, juga
berbeda sama sekali dengan yang dimaksud merelatifkan agama. Dalam pluralisme
agama, setiap orang diberi kebebasan untuk percaya kepada dan menjalankan
tradisi keagamaannya yang menjadi sumber kebaikan, keadilan, kesejahteraan, dan
perdamaian, bukan sebaliknya. Dalam pluralisme agama, orang diajak tidak saja
untuk menghormati agama lain, atau orang
yang beragama lain, tetapi juga kesediaan untuk berlaku adil kepada orang lain,
menciptakan perdamaian dan saling menghormati.
3.2 Saran
Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadah
menurut agama yang diyakininya dan jangan menjadikan agama sebagai ‘kambing
hitam’ untuk menyerang agama lain. Perlunya menanamkan sedari dini bahwa agama
adalah sarana untuk berkomunikasi dan berhubungan dengan Tuhan yang diyakininya
bukan untuk saling “hebat-hebatan” antar agama.
DAFTAR PUSTAKA
Adian Husaini, DR. 2010. PLURALISME
AGAMA MUSUH AGAMA – AGAMA
(Pandangan Katolik, Protestan, Hindu, dan Islam terhadap paham Pluralisme
Agama).
Effende, Djohan. 2010. Pluralisme dan Kebebasan Beragama.
Yogyakarta: Institut DIAN/Interfidei.
Knitter,
Paul F. 2003. Satu Bumi Banyak Agama.
Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.
Prasetyo, Stanley Adi.
2011. Pluralisme, Dialog & Keadilan:
Tantangan Berdemokrasi Dalam Negara Republik Indonesia.Yogyakarta: Institut
DIAN/Interfidei.